Menteri Sampai Anggota DPR Bakal Dapat Biaya Pengobatan Paripurna

Jumat 27-12-2013,11:49 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Pemberlakuan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mulai 1 Januari 2014, tampaknya tidak hanya membawa kabar baik bagi rakyat miskin, tapi juga bagi para pejabat. Para pejabat seperti menteri dan anggota DPR beserta keluarganya, ternyata juga memperoleh jatah untuk biaya berobat gratis. Yang membedakan, mereka mendapat jatah biaya berobat gratis ke luar negeri. Hal tersebut berdasarkan Perpres No 105/2013 dan Perpres No 106/2013 yang baru saja diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 16 Desember lalu. Direktur Hukum PT Askes (Persero) Purnawarman Basundoro membenarkan bahwa kedua Perpres tersebut memang telah disetujui. \"Ya benar memang baru saja diteken Bapak Presiden. Itu perpres baru,\" ujarnya ketika dihubungi koran ini, kemarin (26/12). Namun, Purnawarman menuturkan, pihaknya belum bisa bicara banyak terkait substansi kedua perpres tersebut. Dia menekankan pihak Kemenkeu lebih berwenang untuk menjelaskan tentang Perpres No 105/2013 dan Perpres No 106/2013. \"Saya belum bisa berbicara terkait itu. Tapi kalau Kemenkeu, khususnya dirjen anggaran lebih tahu soal Perpres tersebut,\" katanya. Senada dengan Purnawarman, Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha. Julian hanya menuturkan pihaknya akan mengecek lebih jauh kedua Perpres tersebut. \"Saya akan cek dulu ya,\" ujarnya saat ditanya wartawan pada Selasa (24/12) lalu. Dalam Perpres No 105/2013, disebutkan bahwa pemerintah memutuskan memberikan pelayanan kesehatan paripurna melalui mekanisme asuransi kesehatan kepada Menteri dan Pejabat Tertentu. Lebih jauh dijelaskan, Menteri adalah menteri yang memimpin kementerian dan pejabat yang diberi kedudukan atau hak keuangan dan fasilitas setingkat menteri. Sedangkan Pejabat Tertentu adalah pejabat yang memimpin lembaga pemerintah non kementerian, pejabat eselon I, dan pejabat yang diberikan kedudukan atau hak keuangan dan fasilitas setingkat eselon I. Sementara dalam Perpres No. 106/2013 disebutkan tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi pimpinan lembaga negara. Yakni, yang meliputi Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPR-RI; Dewan Perwakilan Daerah (DPD); Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK); Komisi Yudisial (KY); Hakim Mahkamah Konstitusi (MK); dan Hakim Agung Mahkamah Agung. “Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPR-RI; Dewan Perwakilan Daerah (DPD); Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK); Komisi Yudisial (KY); Hakim Mahkamah Konstitusi (MK); dan Hakim Agung Mahkamah Agung, diberikan pelayanan kesehatan paripurna melalui mekanisme asuransi kesehatan, yang merupakan peningkatan manfaat pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan,\" bunyi Pasal 2 Perpres No. 106/2013 itu. Dalam Perpres No 105/2013 dan Perpres No 106/2013 itu juga diuraikan bahwa pelayanan kesehatan paripurna  yangd dimaksud, termasuk pelayanan kesehatan rumah sakit di luar negeri yang dilakukan dengan mekanisme penggantian biaya. Pelayanan kesehatan tersebut juga diberikan kepada keluarga Menteri dan Pejabat Tertentu, dan keluarga Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPR, DPD, BPK, KY, Hakim MK dan Hakim MA. Kedua Perpres tersebut diputuskan sehubungan dengan mulai dilaksanakannya SJSN oleh BPJS pada 1 Januari 2014, dan dengan mempertimbangkan resiko dan beban tugas Menteri dan Pejabat Tertentu, serta Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Lembaga Negara. Karena itu, pemerintah memandang perlu dilakukan sinkronisasi pengaturan penyelenggaraan jaminan pemeliharaan bagi mereka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Saat dikonfirmasi pada Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Chazali Situmorang justru mengatakan bahwa teken tersebut tanpa melibatkan pihaknya sehingga ia juga kurang mengetahui secara detail. \"Tidak melalui kami, itu baru ya? Saya belum baca,\" ujar Chazali saat dihubungi kemarin. Ia juga menuturkan sejak pencanangan awal BPJS, aturan tersebut tidak masuk dalam aturan-aturan yang ada. Namun jika benar memang aturan tersebut demikian, Chazali cukup menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, jika memang dengan aturan baru tersebut kemudian tunjangan paripurna harus diambil dari iuran yang lain itu akan kurang bijak. \"Mungkin itu nanti seperti top up pelayanan modelnya, saat ini juga sudah ada. Peraturannya sendiri sudah ada namun mungkin perlu disesuaikan dengan aturan BPJS. Tapi kalau sampai dimasukkan dalam BPJS, maka saya rasa kurang bijak. Sebab saya rasa akan mengganggu iuran,\" tuturnya. (ken/mia)

Tags :
Kategori :

Terkait