JAKARTA - Gelombang aspirasi yang mendesak agar Gubernur Jogjakarta ditetapkan dengan status penetapan, mendapat respon dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden meminta agar usulan-usulan yang ada bisa disampaikan secara konstruktif melalui Pemerintah maupun DPR. Hal tersebut disampaikan oleh Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan dan Otonomi Daerah Velix Wanggai, kemarin (14/12). Menurut Velix, Presiden telah mendengar dan mengetahui proses sidang rakyat yang digelar DPRD bersama ribuan warga Jogja. Presiden sangat menghargai berbagai pandangan dan masukan dari elemen-elemen masyarakat tersebut. “Karena masih dalam penggodokan yang komprehensif, Presiden meminta agar masyarakat dapat berpikir jernih,” ujar Velix. Menurut Velix, Presiden SBY sangat menaruh hormat kepada masyarakat Jogja. Penyelesaian UU Keistimewaan DIY ini merupakan amanat konstitusi, khususnya pasal 18B Ayat 1 UUD 1945. Pemerintah ingin memberikan kepastian payung hukum yang jelas perihal otonomi asimetris bagi Jogjakarta. “Tujuannya, substansi dari keistimewaan ini perlu diwadahi dalam kerangka hukum yang jelas,” ujar dia. Karena itu, penyusunan RUUK DIJ ini tidak diletakkan dalam kerangka politik praktis, namun diletakkan dalam pedoman otonomi daerah yang juga memadukan pilar keistimewaan, pilar NKRI, dan pilar nilai-nilai demokrasi. Dalam menyusun RUUK ini, prinsip-prinsip ke-bhinneka-an, kekhususan, hak asal-usul daerah, kerakyatan, dan sosial budaya selalu dikedepankan oleh Pemerintah. “Pilar demokrasi tentu tidak bisa dilupakan,” kata Velix. Karena itu, dalam merumuskan model kepemimpinan DIJ, Pemerintah tidak ingin merancang undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945. Presiden SBY mengajak semua pihak untuk mencari titik temu, baik mereka yang meletakkan argumen pada Pasal 18 B Ayat 1, maupun mereka yang berpendapat atas dasar Pasal 18 Ayat 4. “Dengan demikian, kita semua mencapai tatanan demokratis yang bersifat istimewa,” kata Velix. Tatanan yg direkomendasikan pemerintah tetap memberi hak, peran, dan peluang yang besar kepada pewaris Kesultanan dan Pakualaman. “Pada akhirnya, UUK DIJ ini berlaku ke depan dan tidak situasional sifatnya,” tandasnya. Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menegaskan bahwa draf RUUK Jogja sudah selesai dibahas di internal pemerintah. Saat ini, posisi draf RUUK Jogja masih berada di Sekretariat Negara. “Tinggal minta surpres (Surat Presiden) untuk dibahas di DPR,” kata Patrialis. Dalam draf itu, Patrialis menegaskan bahwa pemerintah tetap menjunjung tinggi posisi Kesultanan dan Paku Alaman. Dirinya kembali menyinggung posisi Sultan sebagai gubernur utama. Walaupun tidak menjadi gubernur, Sultan tetap menjadi orang nomor satu. “Keistimewaan Jogja itu banyak dan luar biasa,” ujarnya. Jika ingin menjadi gubernur, Sultan cukup mengajukan diri sebagai calon di DPRD. Dalam hal ini, Sultan adalah calon perseorangan yang maju tanpa embel-embel parpol. Jika Sultan mencalonkan, maka kerabat Keraton Jogja lain dilarang untuk maju sebagai calon. Jika Sultan adalah satu-satunya calon, maka DPRD langsung mengukuhkannya sebagai Gubernur Jogja. “Ya itu istimewanya. Kalau tidak dikasih, nanti tidak istimewa,” ujarnya. Patrialis juga menyatakan, setiap pihak sebaiknya tidak terburu-buru mengeluarkan komentar terkait Jogja dengan nada provokasi. Sebaiknya, semua pihak melihat dan membaca terlebih dahulu draf RUUK Jogja dari Pemerintah. “Pokoknya percayalah Jogja akan mendapat perhatian di sini,” tegasnya. Dari gedung parlemen, sikap DPD Partai Demokrat Jogjakarta yang merekomendasikan Sri Sultan Hamengkubuwono sebagai gubernur seumur hidup, ditegaskan belum merupakan keputusan resmi. Pelaksana tugas (Plt) Ketua DPD Demokrat Provinsi Jogjakarta Angelina Sondakh menyatakan, Demokrat akan terlebih dahulu menjaring aspirasi warga Jogja melalui sebuah penelitian akademis. “Kami akan menyelenggarakan survei sendiri, mudah-mudahan bisa cepat,” kata Angie, sapaan akrab Angelina, di sela-sela rapat paripurna DPR RI di Jakarta, kemarin (14/12). Menurut Angie, pandangan Partai Demokrat sebenarnya berpatokan pada hasil survei Lingkaran Survei Indonesia. Berdasarkan data LSI itu, 67 persen warga Jogja menghendaki adanya pemilihan. Namun, hasil survei itu berbanding terbalik dengan maraknya aspirasi rakyat Jogja yang menginginkan penetapan Sultan sebagai Gubernur. “Kami akan survei seobyektif mungkin, sehingga itu menjadi suara yang riil,” kata Angie. Terkait gelombang massa Jogja yang meminta penetapan, Angie menilai hal itu masih dalam tahap yang wajar. Dirinya mengimbau kepada warga Jogja untuk tidak melakukan aksi teror dan anarkis. Yang penting, dalam proses berdemokrasi, setiap pihak tetap menjaga kesopanan dan kesantunan. “Berbeda itu biasa, tapi jangan sampai memaki orang, atau sikap-sikap yang kami nilai tidak sopan,” tandasnya. Sementara itu, menanggapi berbagai pernyaaan pemerintah tersebut, pihak internal Keraton Jogjakarta memilih untuk menahan mengomentari terlalu jauh. Termasuk, pernyataan Mendagri Gamawan Fauzi sebelumnya yang menyatakan tidak akan ambil pusing terhadap aspirasi masyarakat Jogjakarta. “Silakan saja berbicara seperti itu, itu haknya mendagri dan pemerintah, tapi DPRD dan rakyat sudah beraksi,” ujar istri Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, di komplek parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin (14/12). Yang pasti, lanjut Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tersebut, sikap kraton juga masyarakat tetap menginginkan agar keistimewaan Jogjakarta tidak diutak-atik. “Haknya rakyat juga kan berbicara. Tapi, soal begini-begini lebih baik diam saja tidak usah dikomentari,” tandas Hemas. Daripada mengomentari pernyataan pihak pemerintah, dia mengajak, untuk menunggu saja terlebih dulu draf RUU tentang Keistimewaan Jogja dari pemerintah resmi dikirimkan ke DPR. “Kita tunggu saja apakah pemilihan atau penetapan,” pungkasnya. Demokrat Kecewa Setgab Di bagian lain, Wasekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustopa menyatakan kecewa melihat hasil sidang paripurna DPRD Jogjakarta, Senin (13/12) lalu. Kekecawaan itu terutama ditujukan pada partai politik anggota koalisi pemerintahan di sekretariat gabungan (setgab). Menurut dia, partai-partai seharusnya satu suara menyikapi keistimewaan Jogjakarta. Tak terkecuali, kader partai anggota koalisi di daerah seharusnya juga satu suara terkait hal tersebut. “Ini menjadi pengalaman berharga, masalah komitmen partai koalisi. Kepentingan politik seharusnya berada di bawah kepentingan bersama untuk menyukseskan pemerintahan SBY,” katanya, dengan nada kecewa. Dia berharap, tidak muncul lagi perdebatan yang tidak perlu terkait draf RUU Keistimewaan Jogja yang akan diajukan pemerintah. “PD (Partai Demokrat, red) meminta semua semua (partai) koalisi merapatkan barisan mendukung kebijakan pemerintah,” tegas Saan. Secara terpisah, Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso tetap berpandangan lain. Menurut dia, aspirasi yang muncul dalam sidang rakyat, merupakan suara yang riil. Karena itu, semestinya semua pihak menghormati aspirasi itu. “Saya bahkan berpesan kepada Mendagri atau siapapun jangan terkesan menyepelekan, itu aspirasi yang hidup dan riil,” kata Priyo usai sidang paripurna DPR. Wakil ketua DPR itu berharap, Pemerintah segera mengirimkan draf RUUK Jogja kepada DPR. Meski pekan depan DPR sudah memasuki reses, Priyo menilai sebaiknya draf itu diserahkan pekan ini. Di masa reses nanti, para fraksi termasuk komisi terkait akan memiliki cukup waktu untuk mempelajari substansi yang diajukan pemerintah. “Kalau setelah masa reses, itu sayang karena banyak waktu terbuang,” ujarnya. Apalagi, kalau draf sudah berada di Setneg, maka prosesnya tinggal formalitas saja. “Tinggal teken, karena sudah tidak perlu harmonisasi lagi,” tandasnya. (fal/bay/dyn)
Minta Rakyat Berpikir Jernih
Rabu 15-12-2010,07:07 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :