BACA JUGA:Inilah Alasan Komisi II DPRD Majalengka Menolak Bangun Hutan Kota di Eks Lahan Pasar Lama
DPA yang dimaksud Sunjaya adalah Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
Itu adalah dokumen yang memuat pendapatan dan belanja setiap SKPD yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh pengguna anggaran.
Padahal, menurut Sunjaya, beban dan kebutuhan bupati sangat besar.
Mulai dari mengatasi demo, mengatasi LSM, mengatasi tamu-tamu, kunjungan Presiden yang otomatis semuanya menjadi beban bupati karena tidak teranggarkan oleh pemda.
“Karena saat itu awal saya menjabat, banyak sekali uang-uang pribadi yang saya keluarkan,” katanya.
“Oleh karena itu, saya minta bantuan rekan-rekan kepala dinas. Itu pun tidak sama jumlahnya, semampunya," jelas Sunjaya.
BACA JUGA:TERNYATA Korban Investasi Lebah Klanceng yang Teriak-teriak di Rapat DPR-Kapolri
BACA JUGA:IWO Cirebon Raya Gelar Mubesda I, Muslimin: Beri Informasi yang Mengedukasi Masyarakat
Terkait fee proyek, Sunjaya mengaku tak meminta kepada kepala dinas. Ia pun meminta kepada Avip Suherdian agar tidak otomatis membebankan fee proyek kepada dirinya.
“Kepada Pak Avip, jangan karena saya sudah begini, sudah jadi tersangka lalu sekarang semuanya dibebankan ke saya. Saya tidak pernah minta fee proyek. Pernah tidak Sunjaya menyampaikan langsung minta fee proyek," tandas Sunjaya langsung kepada Avip.
Tiba-tiba hakim memotong perkatan Sunjaya. Hakim Ketua meminta Sunjaya fokus pada bantahan terkait keterangan saksi.
“Saudara jangan melebar, fokus saja. Apakah setuju dengan keterangan saksi atau dibantah. Pak Avip, apakah tetap dengan keterangannya atau bagaimana," demikian dikatakan oleh hakim.
Avip Suherdian kemudian memberikan tanggapan dengan lugas. Menurut dia, memang ada perintah terkait fee proyek 5 persen.
“Saya tetap dengan keterangan saya," tegas Avip.