"Dari 4 persen, terlalu cepat kaya bank itu. Turunkan sampai cocok. Ini untuk membuang riba. Riba itu sama dengan perdagangan. Supaya boleh, harus ada kesepakatan. Saya ambil sedikit, saya dapat sedikit. Jadi halal, nggak usah ke Majelis Ulama," tandasnya.
Bahkan, Syekh Panji Gumilang menyebut majelis ulama layaknya lembaga swasdaya masyarakat (LSM). "Jadi nggak usah patuh sama LSM yang lain," tandasnya.
Seperti diketahui, Dahlan Iskan mengungkapkan dalam tulisannya, bahwa Syekh Panji Gumilang memiliki cara pengelolaan keuangan yang sangat maju.
Dia memiliki deposito yang menjadi modal dari segala pembangunan yang dilakukan di Mahad Al Zaytun. Rupanya, Syekh Panji meniru apa yang dilakukan oleh Robert Tantular.
Salah satu ajaran dari Robert Tantular adalah jangan menggunakan uang. Tapi, jadikan sebagai deposito di bank. Dengan cara ini, Panji Gumilang mendapatan pinjaman dari perbankan untuk pembiayaan proyek.
Sedangkan deposito di bank itulah yang jadi jaminannya. Nilainya, tentu sangat besar. Sehingga layak dijadikan jaminan untuk modal pelaksanaan proyek.
"Dijadikan back to back untuk membangun apa saja. Proyeknya kian besar," tulis Dahlan Iskan, mengenai perbincangan dengan Panji Gumilang.
Seperti diketahui, Syekh Panji Gumilang menyebutkan bahwa perputaran uang di Mahad Al Zaytun dalam kondisi menurun pun mencapai Rp 595,2 miliar per tahun. Pencatatannya setiap Juli.
BACA JUGA:Pembangunan Alun-alun Pataraksa Kembali Dilanjutkan, Habiskan Anggaran Rp 4 Miliar Lebih
Rp 595,2 miliar itu, berasal dari santri sebagai biaya pendidikan. Kemudian uangnya dikelola dengan secara mandiri. Termasuk penyediaan kebutuhan santri.
Karena kecermatan dalam pengelolaan itu, Mahad Al Zaytun dapat berkembang dan menjadi besar seperti sekarang ini.
"Setiap kali dapat penghasilan, uangnya dimasukan ke bank. Didepositokan," tulis Dahlan Iskan, mengupas mengenai pengelolaan keuangan.