PKS Paling Terdampak Berita Negatif

Rabu 15-01-2014,08:56 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Sebanyak tiga partai, yakni Partai Keadilan Sejahtera, Partai Demokrat, dan Partai Golongan Karya, tercatat memiliki persentase pemberitaan bernuansa negatif paling banyak sepanjang 2013. Dari tiga partai itu, PKS dan Demokrat mengalami penurunan elektabilitas paling tajam gara-gara pemberitaan tersebut, sementara elektabilitas Partai Golkar masih stabil di dua besar parpol calon peraih suara terbanyak pada Pemilu 2014. Data tersebut merupakan temuan riset media oleh Pol Tracking Institute dengan tema Menangkap Tren Tone Berita dan Elektabilitas yang dipaparkan di Hotel Morrissey, Jakarta, kemarin (14/1). Peneliti Pol Tracking Agung Budiono menyatakan, secara agregat, sepanjang 2013 terdapat empat parpol dari semua jenis media yang paling sering diberitakan. Frekuensi pemberitaan media terhadap Partai Demokrat paling tinggi, yakni 32,4 persen, disusul PKS dengan porsi 15,3 persen. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar menempati urutan ketiga dan keempat, masing-masing dengan 11,8 persen dan 10,9 persen. \"Hanya empat partai yang memiliki frekuensi pemberitaan di atas 10 persen,\" ujar Agung dalam keterangannya. Riset Pol Tracking itu dilakukan di masing-masing lima media televisi, cetak, dan online. Dalam riset yang berlangsung 1 Februari-24 Desember 2013 itu, perhatian publik terhadap berita politik banyak tersita ke empat kategori. Berita kebijakan politik mendapat frekuensi pemberitaan terbesar, yakni 27,2 persen, disusul kasus hukum yang terkait dengan kader parpol sebesar 19,9 persen, kegiatan partai sebanyak 12,1 persen, dan isu pencapresan yang memiliki porsi 8 persen. Menurut Agung, dalam konteks pemberitaan kasus hukum, mayoritas parpol mendapatkan nuansa pewartaan yang negatif. PKS mendapat paling banyak sorotan. Sebanyak 46,7 persen dari porsi berita yang didapat PKS adalah kasus hukum, ditambah Demokrat dengan total pemberitaan 20,5 persen dan Partai Golkar dengan 31,9 persen. \"Dalam pemberitaan kasus hukum, jika dikaji lebih mendalam di kasus korupsi, PKS, Demokrat, dan Golkar adalah partai dengan tone pemberitaan negatif paling tinggi,\" jelasnya. Porsi pemberitaan kasus korupsi PKS dalam perkara hukum 23,87 persen, Partai Demokrat 20,53 persen, serta Partai Golkar 19,1 persen. Dampak pemberitaan itu ternyata memengaruhi elektabilitas PKS dan Partai Demokrat. Elektabilitas Partai Demokrat pada Oktober 2013 sebesar 8,8 persen, lalu kembali turun pada Desember 2013 dengan 7,92 persen. Saat ini sulit bagi Partai Demokrat untuk kembali naik ke capaian Pemilu 2009 dengan 20,85 persen. Kondisi itu tidak jauh berbeda dengan PKS. Raihan 7,8 persen di Pemilu 2009 tampaknya turun tajam gara-gara pemberitaan pada 2013. Pada Oktober 2013, elektabilitas PKS hanya 2,9 persen, kemudian naik sedikit pada Desember 2013 sehingga menjadi 3 persen. \"Temuan ini mengonfirmasi survei Pol Tracking sebelumnya,\" ujar Agung. Pol Tracking pada survei sebelumnya menyebut faktor korupsi berpengaruh pada kegagalan paprol di pemilu mendatang dengan \"elektabilitas\" 49 persen. Berbeda dengan dua parpol tersebut, elektabilitas Partai Golkar relatif tidak terpengaruhi nuansa pemberitaan negatif. Pada Oktober 2013, elektabilitas partai berlambang beringin itu menyentuh angka 16,90 persen, lalu pada Desember 2013 sedikit turun menjadi 15,93 persen. DI tempat yang sama, Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Partai Golkar Indra J Piliang menyatakan, tren dari riset itu menunjukkan bahwa partai oposisi memegang kendali menjelang pemilu legislatif. Namun, Partai Golkar menjadi anomali dan memiliki cara tersendiri dalam mempertahankan elektabilitas. \"Partai Golkar mungkin dinilai oportunis. Namun, Golkar memang memiliki milestone tersendiri,\" kata Indra. Menurut Indra, Partai Golkar adalah partai tengah. Kaderisasi yang berjalan di Partai Golkar tidak pernah menempatkan partai berlambang beringin itu sebagai oposisi. \"Kurikulum di Golkar itu yang menyebabkan Golkar bisa mendapat suara dari (pendukung) oposisi dan juga pemerintah,\" tandasnya. Sementara itu, Wakil Sekjen DPP PKS Fahri Hamzah menilai pemberitaan negatif saat ini tidak cuma merugikan parpol, namun juga bangsa Indonesia. Menurut dia, bangsa Indonesia rugi dengan dramatisasi kasus hukum yang sering terjadi. \"Satu hal yang masih menjadi catatan, 15 tahun reformasi adalah ketidakpastian penegakan hukum,\" kata anggota Komisi III DPR tersebut. Menurut Fahri, ketidakpastian itulah yang menempatkan indeks korupsi Indonesia selalu di bawah. Indonesia sudah kalah oleh Singapura dan Malaysia dalam konteks penegakan antikorupsi. \"Jangankan ke situ, kita terbang ke Timor Leste saja sudah kalah,\" ujarnya. Di pihak lain, Wasekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan menilai pemberitaan negatif terhadap Partai Demokrat selama ini selalu mendapat perhatian dan tindak lanjut dari internal partai. Terbukti, kader yang sudah berstatus tersangka tidak lagi menjadi bagian Partai Demokrat. \"Coba diperiksa, apa ada pengurus Partai Demokrat saat ini yang terlibat kasus korupsi,\" ujar Ramadhan. Menurut Ramadhan, setiap tone negatif memang harus direspons. Pemberitaan media terbukti juga sedikit banyak memengaruhi pilihan politik publik. \"Ini bisa dipelajari oleh parpol,\" tandasnya. (bay/c11/fat)

Tags :
Kategori :

Terkait