Waktu itu, Syekh Al Zaytun bahkan masih tinggal di Gedung Abu Bakar yang juga difungsikan untuk aktivitas akademik.
BACA JUGA:Ridwan Kamil Lepas Kirab Budaya dan Karnaval Pembangunan di Majalengka
Bahkan, ada ruang kelas yang sengaja dikosongkan untuk tempat tinggal Syekh Al Zaytun. Ruangan itu, dibagi empat untuk berbagai keperluan.
“Rumah syekh ketika itu belum di Masitoh. Masih seperti burung pindah-pindah. Masih di Gedung Abu Bakar,” kata Syekh Al Zaytun Panji Gumilang menceritakan masa-masa awal pendirian pondok pesantren tersebut.
BACA JUGA:Berupaya Meminta Sertifikat Tanah, Yayasan Buddha Metta Bertemu Kemenkumham
Kala itu, tempat tinggal Panji Gumilang berupa ruangan kecil terbagi 4 bagian, yang diantara ruangannya dijadikan tempat menyimpan buku dan beragam keperluan lainnya.
Di ruang sempit itu, syekh tinggal selama beberapa tahun. Sampai akhirnya Al Zaytun terus berkembang bahkan kian maju.
BACA JUGA:Berupaya Meminta Sertifikat Tanah, Yayasan Buddha Metta Bertemu Kemenkumham
"Syekh menggunakan seperempat daripada ruang kelas. Di situ syekh tidur, membaca, istirahat, tempat menyimpan buku,” ungkap syekh.
Agar terlihat lebih representatif, waktu itu syekh juga sudah menyiapkan 1 ruangan khusus yang memang dipakai untuk menerima tamu.
"Waktu itu, hanya disediakan 1 ruangan yang agak lebar untuk menerima tamu,” ungkapnya.
BACA JUGA:Seorang Pemancing Tenggelam di Waduk Saguling Bandung Barat, Tim SAR Langsung Bergerak
Awal membangun Ponpes Al Zaytun, Syekh Panji Gumilang memang hanya mendapatkan tanah sekitar 60 hektare di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar.
Seiring berjalannya waktu dan perkembangan pesantren, banyak lahan yang bisa dibeli dan dikembangkan menjadi 1.600 hektare sampai sekarang. (*)