‘’Korban diberangkatkan dengan menggunakan visa turis,'’ terang Fahri.
Sesampainya di Bandara Osaka-Jepang, korban diperiksa oleh pihak Imigrasi. Korban kemudian ditolak oleh pihak Imigrasi Jepang dengan alasan korban datang ke Jepang tidak sesuai prosedur yang sebenarnya.
BACA JUGA:Karena Alasan Ini, Indonesia Butuh Pesawat Tempur Mirage 2000-5 Eks Qatar
BACA JUGA:Tuh Kan! Panji Gumilang Buat Pernyataan Kontroversial Lagi, Apa Itu?
‘’Korban kemudian diberikan Surat Perintah Keluar dari Jepang dan kembali ke Indonesia,'’ terang Fahri.
Korban kemudian melaporkan kasus tersebut ke Polres Indramayu dan dua orang tersangka kini sudah berhasil ditangkap.
Fahri mengungkapkan, dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa tersangka sebelumnya juga sudah memberangkatkan sembilan orang. Namun, seluruhnya bernasib sama dengan korban A, yaitu ditolak di negara Jepang dan dikembalikan ke Indonesia karena pemberangkatannya tidak sesuai prosedur.
Polisi pun masih mendalami apakah ada korban-korban lain dalam kasus yang dilakukan oleh para tersangka tersebut.
BACA JUGA:Sikapi Kontroversi Pondok Pesantren Al Zaytun, Gubernur Jawa Barat Pilih Jalan Ini
BACA JUGA:Dukung Akselerasi Transformasi Digital, Indonesia Bakal Orbikan Satelit SATRIA-1
‘’Kami minta ke korban lainnya untuk segera melapor kepada kami,'’ tutur Fahri.
Menurut Fahri, dari hasil pemeriksaan, uang sebesar Rp 60 juta yang disetorkan oleh korban itu dibagi-bagi untuk tersangka K Rp 20 juta, tersangka MY Rp 10 juta dan DE Rp 30 juta.
Fahri mengatakan, dari hasil penggeledahan di tempat tersangka, ditemukan sejumlah barang bukti. Di antaranya, kuitansi, hasil medical check up dari para korban dan surat perintah pengusiran dari negara Jepang.
Fahri menambahkan, dari hasil pengecekan ke Disnaker, PT APJ memang merupakan perusahaan perekrutan PMI. Namun, PMI yang direkrut sebenarnya untuk pemberangkatan ke Taiwan, bukan ke Jepang.
Para tersangka dijerat Pasal 4 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) dan atau pasal 81 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI). Adapun ancaman hukumannya pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun, dan denda paling sedikit Rp 120 juta dan paling banyak Rp 600 juta.