"Honor-honor 1 bulan Rp 4,2 miliar, satu tahun ada yang 13 bulan, 14 bulan menerima gaji. Totalnya Rp 51,1 miliar," ungkapnya.
Kemudian kebutuhan alat tulis, per bulan Rp 363 juta. Satu tahun Rp 4,3 miliar. Namun, komponen biaya ini tidak terlalu besar untuk kelas Al Zaytun.
Salah satu yang terbesar lainnya adalah kebutuhan dapur untuk makan 10.000 ribu orang, termasuk yang bekerja di perkebunan, persawahan.
Namun, karena mampu menyediakan sumber pangan secara mandiri, juga tidak terlalu besar untuk dipenuhi.
BACA JUGA:Muhammadiyah Bisa Dilibatkan dalam Pembinaan Ponpes Al Zaytun
"Tidak banyak karena menghasilkan sendiri. Rp 3,7 miliar sebulan. Dalam satu tahun Rp44,8 miliar," ungkapnya, secara terbuka.
Lainnya adalah kebutuhan biaya listrik 1 bulan hanya Rp 351 juta. Satu tahun Rp 4,2 miliar. Internet Rp 18,2 juta per bulan dan Rp 218 juta setahun.
BBM mobil dan alat berat satu bulan Rp 246 juta. Satu tahun Rp 2,2 miliar. Transportasi 1 bulan Rp 424 juta dan satu tahun Rp5,3 miliar.
Kebutuhan pembayaran pajak meliputi PBB, PPH termasuk pembelian lahan, PPN, impor barat, Rp 515 juta per bulan dan satu tahun Rp6,1 miliar.
BACA JUGA:PPDB Curang, Menko PMK: Orang Tua Harus Sadar, Jangan Ajarkan Jadi Koruptor
"Per bulan untuk pendidikan saja, Rp 9,9 miliar. Di luar pembebasan lahan dan pengembangan lainnya. Satu tahun Rp 119,2 miliar," beber Syekh Al Zaytun.
Komposisi biaya tersebut, 42 persen untuk gaji, alat tulis 3,6 persen, makan 37 persen, listrik 3,5 persen, telepon internet 0,18 persen, BBM 2,4 persen, transportasi 4,4 persen, pajak 5,1 persen.
Dengan kebutuhan anggaran yang demikian besar itu, tentu bakal sulit bagi Mahad Al Zaytun memenuhinya dalam kondisi rekening mereka yang dibekukan, apakah bisa kolaps? Atau Syekh Panji Gumilang menemukan jalan keluarnya?