Dari 10 siswa bumiputera yang diterima, Husein adalah salah satu dari lima orang yang berhasil lulus dan mendapatkan brevet penerbang.
Empat orang lainnya adalah sosok legendaris dalam penerbangan militer di Indonesia yakni Sambodja Hurip, Sulistiyo, Sujono, dan Ignatius Adisutjipto.
Meski demikian, karir Husein di dunia penerbangan sempat tidak berlanjut karena gagal mendapatkan lisensi Groote Militaire Brevet.
Tetapi, selepas lulus dari Kalijati, Husein memiliki lisensi Kleine Militaire Brevet atau untuk pesawat berrmesin tunggal.
Dalam perjalanannya, Husein sempat masuk Sekolah Inspektur Polisi di Sukabumi. Sempat juga dipindahkan ke Sukanagara, Cianjur dan mengemban jabatan Inspektur Polisi.
Pada masa revolusi, meski pernah bergabung dengan BKR (Badan Keamanan Rakyat) di Bogor dan Bandung, tetapi Husein akhirnya harus kembali ke dunia penerbangan. Ia dipanggil oleh KSAU Suryadi Suryadarma untuk terlibat dalam mempertahankan Lapangan Terbang Andir di Bandung.
Pada 23 Juli 1946, Husein yang berpangkat Opsir Udara II bersama Kadet Udara Wim Prayitno, masing-masing mengemudikan pesawat Cureng dengan rute Maguwo-Gorda (Banten)-Karangendah (Sumatra Selatan)-Maguwo. Kali ini Husein selamat.
Namun, pada 26, September 1946 giliran pesawat yang diterbangkan Husein Sastranegara mengalami kecelakaan dan merenggut nyawanya.
Untuk menghormati pengabdiannya, Husein Sastranegara kemudian diabadikan menjadi nama Lapangan Terbang Andir yang kemudian berubah menjadi Bandara Husein Sastranegara.
Dilansir dari situs resmi Angkasa Pura II, perubahan nama ini, diawali pada tahun 1974 ketika mulai dilakukan kegiatan pelayanan lalu lintas dan angkutan udara komersial secara resmi yaitu dengan berdirinya kantor Perwakilan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
Kantor perwakilan itu, memiliki nama Stasiun Udara Husein sastranegara Bandung untuk kepentingan kegiatan penerbangan komersial sipil.
Selanjutnya pada tahun 1983 berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 68/HK 207/PHB-83 tanggal 19 Februari 1983, klasifikasi Pelabuhan Udara ditingkatkan dari kelas III mejadi kelas II.
Pada Tahun 1994 dilaksanakan Pengalihan Pengelolaan Bandar Udara dari Departemen Perhubungan kepada PT Angkasa Pura II sesuai PP RI Nomor 26 Tahun 1994 tanggal 30 Agustus 1994 tentang Penambahan Penyertaan modal Negara RI ke dalam Modal sahan PT Angkasa Pura II.