JAKARTA, RADARCIREBON.COM - Salah satu faktor yang membuat Bandara Kertajati belum berkembang hingga saat ini dikarenakan pemilihan lokasi.
Sebab, wilayah Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka terbilang jauh dari pusat kehidupan masyarakat dan pasar penerbangan.
Sementara akses transportasi untuk menuju lokasi juga baru terhubung dengan adanya jalan Tol Cisumdawu.
Sehingga, perlu diupayakan strategi bisnis agar dapat berkembang dengan optimal, karena pembangunannya saja menelan anggaran hingga Rp 2,6 triliun.
Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengaku, sedari awal memang tidak setuju Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) dibangun di Kertajati. Sebab, jauh dari pusat kegiatan ekonomi dan masyarakat.
“Saya sudah katakan dari awal, bandara jangan dibangun. Saya tidak baca studi kelayakan, tapi lihat lokasinya saja sudah tidak jelas,” kata Agus Pambagyo, belum lama ini.
Bahkan, dia menyebut bahwa bandara tersebut dibangun di luar kehidupan. Termasuk perencanaannya yang kurang tepat.
Misalnya soal keberadaan lahan kosong yang direncanakan untuk industri, ternyata belum dibebaskan. Hal itu, membuat investor pun susah masuk.
“Itu bandara di luar kehidupan ya dan tanah kosongnya sekian puluh hektare, baru dipakai sepertiganya. Saya sudah ke sana berkali-kali, saya tanya pengelola ini mau diapakan?” tanya dia.
Dari rencana yang didengar Agus, dari luasan tanah kosong tersebut memang hanya sepertiga yang dipakai untuk bandara.
Sedangkan dua pertiga akan dipakai untuk industri. Seharusnya, lahan yang diperuntukan bagi industri tersebut dibebaskan terlebih dahulu.
“Sepertiga untuk bandara, dua pertiga untuk industri. Sudah dibebaskan belum? Belum. Mana ada industri mau ke situ kalau tanah belum dibebaskan,” tegasnya.
Kesimpulan Agus Pambagyo, bandara ini sejak dibangun juga sudah salah. Termasuk dalam hal pemilihan lokasi. Karenanya, perlu upaya lebih untuk bisa menghidupkannya.
“Jadi intinya dari desain awal sudah salah, karena akses ke sana tidak ada. Orang dari Bandung ke Kertajati jauh harus lewat Cipali, sekarang ada Cisumdawu,” tandasnya.
Imbas dari kurangnya akses tersebut, perjalanan bisnis Bandara Kertajati bisa dibilang jalan di tempat selama 5 tahun terakhir.
Pemanfaatan fungsi bandara belum berjalan lurus dengan biaya yang dikeluarkan. Sehingga butuh biaya dan strategis bisnis untuk menyelamatkannya.