Data tersebut juga diperkuat oleh tulisan A Sobana Harjasaputra. Dia adalah putera Galuh, sejarawan dan pustakawan pada Fakultas Sastra Universitas Padjajajaran (Unpad).
A Sobana mengungkapkan tentang kejatuhan Galuh dalam tulisannya yang berjudul: “Sejarah Galuh, Abad ke-8 s.d Pertengahan Abad ke-20 (1942).
Dalam tulisannya dijelaskan, Galuh pertama kali jatuh, ketika Mataram diperintah oleh Sutawijaya alias Panembahan Senopati (1586-1601). Oleh penguasa Mataram, Galuh dimasukkan ke dalam wilayah administratif Cirebon.
Setelah Prabu Cipta Sanghiang di Galuh meninggal, ia digantikan oleh puteranya bernama Ujang Ngekel bergelar Prabu Galuh Cipta Permana (1610-1618). Ia berkedudukan di Garatengah. Daerah sekitar Cineam. Daerah ini sekarang masuk wilayah Kabupaten Tasikmalaya.
BACA JUGA:Harga Tiket, Fasilitas: Bumi Perkemahan Palutungan- Kuningan
Prabu Galuh Cipta Permana telah masuk Islam. Semula ia beragama Hindu. Ia menikah dengan puteri Maharaja Kawali bernama Tanduran di Anjung.
Selain Gara Tengah, di wilayah Galuh terdapat pusat-pusat kekuasaan, dikepalai oleh seseorang yang berkedudukan sebagai bupati dalam arti raja kecil. Pusat-pusat kekuasaan itu antara lain Cibatu, Utama (Ciancang), Kertabumi (Bojong Lopang), dan Imbanagara.
Mataram menguasai Galuh kemudian baru Sumedang Larang (1620). Hal ini dalam usaha Mataram menjadikan Priangan sebagai daerah pertahanan di bagian barat.
Terutama dalam menghadapi kemungkinan serangan pasukan Banten dan Kompeni yang berkedudukan di Batavia.
BACA JUGA:Sewa Tenda di Palutungan, Lebih Murah dari Nasgor
Kekuasaan Mataram di Galuh lebih tampak ketika Mataram diperintah oleh Sultan Agung (1613-1645). Ketika itu Galuh diperintah oleh Adipati Panaekan (1618-1625), putera Prabu Galuh Cipta Permana, selaku Bupati Wedana.
Penguasaan Mataram terhadap Galuh dan Sumedang Larang sifatnya berbeda. Galuh dikuasai oleh Mataram melalui cara kekerasan, karena pihak Galuh melakukan perlawanan.
Sebaliknya, Sumedang Larang jatuh ke bawah kekuasaan Mataram karena berserah diri, antara lain karena adanya hubungan keluarga antara Raden Aria Suriadiwangsa penguasa Sumdang Larang dengan penguasa Mataram.
Tahun 1628 Mataram merencanakan penyerangan terhadap Kompeni di Batavia dan meminta bantuan para kepala daerah di Priangan.
BACA JUGA:Catatkan Sejarah, Maxi Yamaha Day Hadir di Kaltim untuk Pertama Kalinya
Ternyata rencana itu menimbulkan perbedaan pendapat yang berujung menjadi perselisihan di antara para kepada daerah di Priangan. Dalam hal ini, Adipati Panaekan berselisih dengan adik iparnya, yaitu Dipati Kertabumi, Bupati Bojonglopang, putera Prabu Dimuntur.