SWANSEA - Sepak bola yang menjelma menjadi industri kini kian bertindak seperti mesin-mesin ekonomi. Selalu menuntut kesuksesan meskipun harus ditempuh lewat cara-cara instan. Tak hanya itu, sepak bola, seperti dalam ekonomi, juga mengharuskan adanya pertumbuhan. Meskipun pernah membawa prestasi tinggi, petinggi klub tak mau tahu jika klub mereka mulai drop di klasemen. Nama-nama \"korban\" paradigma tersebut sudah banyak di Premier League. Mereka antara lain, Roberto Di Matteo yang dipecat meski mempersembahkan piala Liga Champions, Roberto Mancini yang membawa Manchester City juara Premier League, hingga Malky Mackay yang membawa Cardiff City untuk kali pertama tampil di final Piala Liga musim 2011-2012. Yang terbaru, legenda sepak bola asal Denmark Michael Laudrup ditendang dari Swansea City kemarin (5/2). Padahal, mantan superstar Barcelona dan Real Madrid itu membawa Swansea yang notabene tim gurem, mampu meraih Piala Liga musim lalu setelah menggasak Bradford 5-0 di Wembley. \"Ini keputusan yang terpaksa harus kami ambil,\" kata Chairman Swansea City, Huw Jenkins seperti dikutip Guardian. Peforma Swansea terus melorot di musim kedua Laudrup di Premier League. Dari sepuluh pertandingan terakhir, mereka hanya menang sekali. Hubungan Laudrup dan Jenkins juga memanas. Jenkins beberapa kali mengungkapkan kekecewaannya kepada para staf dan pemain. Dia menuding mereka bertingkah sebagai seorang pecundang. \"Kami harus memastikan bahwa nanti di masa depan ketika kami hendak memilih seseorang untuk me-manage atau melatih klub, kami harus memastikan bahwa mereka tidak menyalahkan level permainan. Kita tampil dalam satu level kompetisi yang sama,\" tegas Jenkins. Bagi Jenkins, pernyataan itu sudah menutup semua argumentasi tentang bagaimana berbuat yang terbaik untuk klub. Apalagi, yang disalahkan adalah rendahnya budget untuk belanja pemain. \"Kita harus belajar untuk melihat sesuatu dalam kacamata berbeda. Bagaimana kita bisa mendapat hasil berbeda jika kita mengulangi hal yang sama berulang-ulang,\" katanya. Memang, salah satu cara untuk merespons situasi krisis di klub adalah dengan memecat pelatih. Pelatih dianggap bertanggung jawab dengan segala krisis di dalam tim. Padahal, pemain adalah pihak yang paling menentukan hasil pertandingan di lapangan. Manajer Chelsea Jose Mourinho pernah menyebutkan bahwa saat pertandingan berlangsung, peran pelatih hanya 10 persen. Sisanya, milik para pemain. Namun, klub juga memikirkan penyegaran. Teorinya, jika mendatangkan pelatih baru, maka pemain lebih bersemangat. Sebab, para pemain mulai mencari perhatian agar dipasang sebagai pemain utama. Karena itulah, sejumlah klub langsung moncer setelah pelatihnya ganti meskipun itu tak selalu bertahan lama. Sebab, inti masalah tak pernah diselesaikan tuntas. Ketika Carlo Ancelotti dipecat oleh Roman Abramovich dari jabatannya sebagai manajer Chelsea, banyak pihak menyayangkan. Padahal, dia membawa juara ganda Premier League dan Piala FA bagi The Blues. \"Pemecatan itu menghina fans, manajer, dan klub. Jika kamu ingin menang, kamu harus melihat bagaimana budaya kemenangan itu dibangun dalam waktu lama seperti yang dilakukan Manchester United,\" kata Asosiasi Manajer Liga, Richard Bevan kala itu. (aga)
Sukses Bukan Jaminan
Kamis 06-02-2014,12:28 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :