Ibarat bom yang dikirimkan ke rumah dan siap meledak kapan pun. Itulah pernyataan yang langsung muncul dari seorang pegawai negeri sipil Pemkot Cirebon, Yayat Ruhiyat, ketika dimintai pendapatnya mengenai tabung gas elpiji berukuran 3 kg. RASANYA ungkapan pria berbadan tambun yang tinggal di Komplek Perumahan Vila Intan itu tidak berlebihan. Serentetan kejadian memilukan, lantaran kecelakaan dalam penggunaan tabung gas 3 kg membuat Yayat dan keluarganya parno (takut) setiap kali akan menyalakan kompor. “Selalu ada saja perasaan khawatir kalau mau nyalain kompor. Apalagi di televisi dan koran ada saja berita tabung gas meledak,” tuturnya saat ditemui wartawan koran ini. Untuk mengurangi kekhawatiran saat menggunakan tabung gas 3 kg, Yayat mengaku, selalu melakukan pengecekan setiap kali membeli tabung baru. Pengecekan dimaksud adalah dengan selalu merendam terlebih dahulu tabung gas yang baru dibelinya dari toko atau agen yang mendistribusikan gas 3 kg. “Pernah beberapa kali tabungnya bocor. Tapi langsung saja saya kembalikan ke toko-nya, minta diganti sama yang baru,” tutur dia. Nasuha, pemilik warung makan di samping gedung Pengadilan Negeri Cirebon tidak menampik kekhawatiran terjadinya ledakan saat menggunakan gas elpiji 3 kg. Tapi itu lantas tidak mengurungkan niatnya menggunakan gas elpiji 3 kg, maklum harganya lebih murah ketimbang gas elpiji 12 kg. Yang dilakukan justru mengumpulkan informasi tentang cara aman menggunakan gas elpiji 3 kg. ”Cara aman untuk meminimalisir hal yang tidak diinginkan itu seperti mengecek karet, selang dan regulator, memilih serta tabung gas yang tidak berkarat. Sementara ini alhamdulillah belum terjadi apa-apa, mudah-mudahan begitu seterusnya,” paparnya. Peredaran tabung rusak atau bahkan mungkin saja tabung palsu, memang sangat mengkhawatirkan. Jangankan di tingkatan konsumen yang merupakan mata rantai terakhir peredaran tabung gas 3 kg, di tingkatan distributor saja masih sering kecolongan dengan tabung gas yang bocor. Marketing Officer PT Rejeki Indo Alam, Abdul Soleh, mengakui, beberapa kali menemukan tabung gas yang palsu. Bahkan, baru-baru ini, dia juga menemukan tabung gas yang palsu masuk ke gudangnya. “Tapi kami selalu pisahkan kalau ada tabung yang palsu, bocor atau rusak,” ucap dia, saat ditemui di kantornya di Jl Lawanggada Kota Cirebon. Menurut Abdul, untuk membedakan tabung gas elpiji 3 kg yang palsu dengan asli, memang cukup sulit. Dua jenis tabung tersebut sama-sama mencantumkan logo SNI (standar nasional Indonesia). Perbedaan yang paling kentara hanya pada warnanya saja. “Susah ngejelasinnya. Tapi pokoknya hijaunya berbeda lah,” ketusnya. Masih menurutnya, peredaran tabung palsu atau tabung yang sudah rusak, bukan hanya merugikan konsumen, tetapi juga merugikan distibutor. Sebab, saat awal akan menjadi distributor, harus memiliki tabung terlebih dahulu yang jumlahnya tentu saja ribuan. Tapi, setelah terjadi beberapa kali penukaran, kualitas tabung banyak yang mengalami penurunan. Padahal, sebetulnya di tingkatan stasiun pengisian sudah dilakukan penyeleksian terlebih dahulu. “Tapi ya dilematis. Ada saja yang lolos,” ucap dia. Terpisah, Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Umum (AK3 Umum), Priatmo Adjie, memiliki analisa tersendiri terhadap banyaknya kecelakaan dalam penggunaan tabung gas elpiji, khususnya yang berukuran 3 kg. “Ini analisanya terlepas dari peredaran tabung palsu loh ya,” katanya. Dijelaskan, tabung gas adalah salahsatu rumpun bejana tekan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tapi, bila energi yang dimanfaatkan dalam satu ruangan (tabung) tersebut tidak terkendali, maka akan berubah menjadi bencana atau bahan beracun berbahaya (B3). Kecelakaan yang terjadi pada penggunaan tabung gas elpiji 3 kg lebih disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat tentang cara aman menggunakan gas dan mutu tabung yang mengalami penurunan. Di samping itu, peredaran tabung palsu juga memperparah kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengetahuan masyarakat sangat minim, terutama dalam proses pemeriksaan tabung yang sudah semestinya dilakukan secara berkala. Bukan hanya itu, pemerintah juga semestinya melakukan inspeksi secara berkala, dan inspeksi tersebut dilakukan oleh petugas yang kompeten. “Sudah sosialisasinya minim, pengetahuan masyarakat juga minim. Jadi ya sudah klop,” tuturnya. Dalam penggunaan bejana tekan, kata Adji, khususnya tabung gas 3 kg, seringkali kecelakaan diakibatkan kurangnya perawatan pada tabung dan tidak terpenuhinya standar keamanan. Belum lagi masa pakai tabung dan kerusakan yang mungkin saja terjadi dalam proses pendistribusian. Dia menambahkan, terjadinya benturan, goresan ataupun kontak dengan energi seperti panas, dingin ataupun radiasi, dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu dari tabung. Oleh sebab itu, pengetahuan konsumen perlu terus ditingkatkan mengenai standar keamanan penggunaan tabung gas elpiji. Kepala BKPP Wilayah III Jawa Barat, Drs H Ano Sutrisno MM mendukung penegak hukum untuk mengusut tuntas apabila ditemukan distributor nakal dan dibekingi oleh oknum pejabat. ”Kalau memang nakal diungkap saja, tidak usah takut, sekalipun katanya dibekingi oknum pejabat,” terangnya melalui sambungan telepon. (yuda sanjaya/suhendrik)
Ibarat Bom Siap Meledak
Kamis 22-07-2010,09:00 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :