RADARCIREBON.COM – Sebanyak 28 pegawai Google dipecat oleh pihak manajemen lantaran terlibat dalam aksi duduk 10 jam di dua kantornya, yakni California dan New York.
Aksi ke-28 pegawai ini merupakan sebagai bentuk protes atas hubungan perusahaan tersebut dengan Israel.
Sebagai tanggapan atas aksi protes pada Selasa 16 April 2024 yang dipimpin sebuah kelompok dengan sebutan No Tech For Apartheid yang menentang Proyek Nimbus (sebuah kontrak penyimpanan awan senilai 1,2 miliar dolar Amerika Serikat dengan Israel).
BACA JUGA:Timnas Indonesia U-23 Sikat Australia, Erick Thohir: Luar Biasa, Itu yang Kita Semua Mau
BACA JUGA:Pandji Amiarsa Daftar Calon Wali Kota Cirebon Dari PDI Perjuangan, Begini Visi dan Misinya
BACA JUGA:Bupati Imron Ajak Karang Taruna Ikut Aktif Membangun Desa
Maka, pihak Google pada Rabu 17 April 2024 memutuskan untuk memecat 28 pegawainya yang dituduh ikut serta dalam aksi itu.
“Malam ini, Google tanpa pandang bulu memecat lebih dari dua lusin pekerja, termasuk mereka di antara kami yang tidak berpartisipasi langsung dalam protes bersejarah yang berlangsung selama 10 jam di dua wilayah pesisir kemarin,” menurut sebuah unggahan di X oleh No Tech For Apartheid.
Chris Rackow, kepala keamanan global Google, menekankan kebijakan nol toleransi perusahaan terhadap perilaku pengunjuk rasa dalam memo yang dikirimkan kepada seluruh karyawan yang juga beredar di media sosial.
BACA JUGA:Dari 13 Pendaftar Bakal Cawalkot Cirebon dari PDI Perjuangan, Ini Sosok yang paling Muda
BACA JUGA:Menang 1-0 Atas Australia, Indonesia Bertengger di Peringkat 2 Klasemen Grup A Piala Asia U-23
BACA JUGA:Tiga Kios di Tukmudal Terbakar, Diduga Akibat Arus Pendek Listrik
“Perilaku seperti ini tidak mendapat tempat di tempat kerja kami dan kami tidak akan membiarkannya,” ujarnya.
“Setelah adanya penyelidikan, hari ini kami memutuskan hubungan kerja dengan dua puluh delapan karyawan yang diketahui terlibat. Kami akan terus menyelidiki dan mengambil tindakan jika diperlukan,” tambahnya.
Sebagai tanggapan, No Tech For Apartheid mengutuk tindakan tersebut dan menyebutnya sebagai "tindakan pembalasan yang mencolok".
"Tindakan pembalasan yang mencolok ini adalah indikasi nyata bahwa Google lebih menghargai kontrak senilai 1,2 miliar dolar dengan pemerintah dan militer Israel yang melakukan genosida dibandingkan pekerjanya sendiri,” kata kelompok tersebut.
BACA JUGA:Komang Teguh Bayar Kesalahan, Indonesia Unggul 1-0 Atas Australia
BACA JUGA:Polisi Berhasil Temukan Benda Ini di Tas Pelaku Curanmor Kuningan
Pemecatan tersebut, yang terjadi hanya beberapa jam setelah polisi menahan sembilan karyawan selama protes duduk di Sunnyvale, California, dan sebuah kantor di New York, telah menimbulkan gelombang kontroversi di dalam dan di luar perusahaan.
Proyek Nimbus mencakup sistem awan dan pembelajaran mesin yang memungkinkan penyimpanan data, pengumpulan, analisis, identifikasi motif dan fitur dari data, serta prediksi potensi data dan motif.
Kontrak senilai 1,2 miliar dolar untuk proyek ini ditandatangani pada April 2021 antara Israel, Google, dan Amazon.
Israel mengumumkan pada April 2021 bahwa Google dan Amazon memenangkan tender negara secara besar-besaran, yang memungkinkan Israel untuk membangun pusat server penyimpanan awan lokal.
Sistem ini dapat mengumpulkan semua sumber data yang disediakan oleh Israel dan militernya, termasuk basis data, sumber daya, dan bahkan sumber observasi langsung seperti kamera jalanan dan drone. (*)