CIREBON, RADARCIREBON.COM - PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 3 Cirebon menutup 11 perlintasan sebidang sejak Januari hingga Agustus 2024.
Penutupan dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan keselamatan masyarakat yang lalu lalang disekitar rel kereta api.
Merujuk Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 Pasal 2, perlintasan sebidang yang tidak memiliki nomor JPL, tidak dijaga, dan/atau tidak berpintu yang lebarnya kurang dari 2 meter harus ditutup atau dilakukan normalisasi jalur kereta api.
Sementara itu, selama periode 2020 hingga Agustus 2024, KAI Daop 3 Cirebon telah melakukan penutupan perlintasan sebidang liar dan rawan sebanyak 79 titik.
BACA JUGA:Pengamat: Kota Cirebon Harus Dipimpin oleh Kepala Daerah yang Berjiwa Entrepreneur
BACA JUGA:Jadi Perusahaan Pembayar Pajak Terbesar, BRI Diapresiasi Oleh Negara
Manager Humas Daop 3 Cirebon, Rokhmad Makin Zainul mengatakan, KAI terus berupaya menutup perlintasan sebidang yang tidak memenuhi regulasi. Perlintasan sebidang menjadi salah satu titik rawan terjadinya kecelakaan lalu lintas.
”Sebelum pelaksanaan penutupan, tim KAI telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitarnya. Upaya penutupan perlintasan sebidang ilegal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 pasal 5 dan 6,” jelas Rokhmad.
Rokhmad menjelaskan keberadaan perlintasan sebidang di beberapa tempat melewati pemukiman warga, sekolah maupun akses menuju area pertanian dan pasar, sehingga rawan terjadi kecelakaan temperan kendaraan dengan kereta api.
BACA JUGA:Stylo Club Bandung Gelar Touring ke Pantai Cemara Cianjur
BACA JUGA:Imam Masjid di Kuningan Meninggal Dunia Dalam Keadaan Sujud
Dari Januari hingga Agustus 2024, di wilayah Daop 3 Cirebon telah terjadi sebanyak 9 kali kecelakaan di perlintasan sebidang, dengan korban jiwa sejumlah 13 orang, antara lain 9 orang luka beran, dan 4 orang luka ringan.
Akibat hal tersebut, setidaknya terdapat empat dampak kecelakaan di perlintasan sebidang kereta api, yaitu:
- Korban jiwa: Timbulnya korban jiwa meninggal dunia, luka berat, dan luka ringan dari petugas, penumpang, dan pengguna jalan.
- Kerusakan sarana kereta api: Kerusakan lokomotif, kereta, dan gerbong.
- Kerusakan prasarana kereta api: Kerusakan rel, bantalan, jembatan, dan alat persinyalan.
- Gangguan perjalanan kereta api dan pelayanan: Keterlambatan kereta api, penumpukan penumpang, pengalihan ke moda transportasi lain ( overstappen).
BACA JUGA:Pj Wali Kota Cirebon Terima Kunjungan Balai Besar POM Bandung
BACA JUGA:Bareskrim Polri Turun Tangan, 7 Terpidana Kasus Vina Diperiksa di Bandung Terkait Aep dan Dede
Upaya lain yang dilakukan untuk peningkatan keselamatan pada perlintasan sebidang antara lain sosialisasi keselamatan dengan melibatkan stakeholder dan masyarakat, memasang spanduk peringatan di perlintasan rawan, dan menertibkan bangunan liar di sekitar jalur KA.
Selain itu, KAI juga mengusulkan pembuatan perlintasan tidak sebidang kepada pemerintah yaitu dengan membangun flyover atau underpass, serta melakukan perawatan dan perbaikan peralatan di perlintasan sebidang.
“Kami harap seluruh unsur masyarakat dan pemerintah bersama-sama peduli terhadap keselamatan di perlintasan sebidang.”
“Diimbau untuk selalu berhati-hati dan mematuhi seluruh rambu-rambu yang ada saat berkendara melintas perlintasan sebidang kereta api,” papar Rokhmad.
BACA JUGA:Jadwal Sumpah Pocong Saka Tatal dan Iptu Rudiana
BACA JUGA:Bank Mandiri Taspen dan Jalin Hadirkan Layanan Penarikan Tunai dan QRIS Acquirer
Sebagai informasi, saat ini di wilayah Daop 3 Cirebon terdapat 156 titik perlintasan sebidang, yang terdiri dari titik perlintasan terjaga sebanyak 74, dan titik perlintasan yang tidak terjaga sebanyak 82.
Aturan perlintasan sebidang sebelumnya telah dijelaskan bahwa kereta api memiliki jalur tersendiri dan tidak dapat berhenti secara tiba-tiba, sehingga pengguna jalan harus mendahulukan perjalanan kereta api saat melalui perlintasan sebidang.
Di Indonesia, aturan mengenai perkeretaapian mengacu Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Dalam Pasal 124 UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, menuliskan bahwa pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
BACA JUGA:Tidak Main-main, Farhat Abbas Kirim Undangan Sumpah Pocong Kepada Iptu Rudiana
Sementara itu, pada Pasal 114 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menuliskan kewajiban pengemudi kendaraan pada pelintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan sebagai berikut:
Berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup dan/atau ada isyarat lain Mendahulukan kereta api Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 94 Tahun 2018 Pasal 2, pengelolaan pelintasan sebidang dilakukan oleh penanggung jawab jalan sesuai klasifikasinya.
BACA JUGA:Setelah Saka Tatal, Kini Rivaldy Akan Mengajukan PK Terkait Kasus Vina Cirebon
Yakni Menteri untuk jalan nasional, Gubernur untuk jalan provinsi, Bupati/Walikota untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa, serta badan hukum atau lembaga untuk Jalan khusus yang digunakan oleh badan hukum atau lembaga.
“Diharapkan seluruh unsur masyarakat dan pemerintah bersama-sama peduli terhadap keselamatan di perlintasan sebidang.”
“Diimbau untuk selalu berhati-hati dan mematuhi seluruh rambu-rambu yang ada saat berkendara melintas perlintasan sebidang kereta api,“ pungkasnya. (*)