"Kami juga langsung menyetorkan melalui bjb. Kami diberikan beberapa lembar karcis untuk toko, auning, kios, dan los yang dikenakan retribusi sebesar Rp3.000. Sedangkan pedagang tidak menetap (emprakan) dikenakan retribusi sebesar Rp2.000," jelas Nana.
Nana juga menambahkan bahwa pelaksanaan pemungutan retribusi dilaporkan setiap hari secara transparan melalui kas daerah, sehingga tidak ada pengendapan uang retribusi karena langsung dikirim ke kas daerah.
"Perlu kami jelaskan bahwa tidak ada pengelolaan emprakan secara pribadi. Sebelumnya dikelola oleh PT Sampalan, namun kini dikelola langsung oleh pemerintah daerah. Sejak 2015, petugas pemungutan sudah dibantu oleh mitra pasar," tandasnya.
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Pedagang Pasar Prapatan Tradisional (PKAPPI), Ir H Hamzah Nasyah MM, menyatakan bahwa permasalahan pengelolaan pasar Prapatan sudah mulai muncul sejak tahun 2008 lalu.
Saat itu, ada usaha dan upaya dari Bupati era H Sutrisno untuk mensertifikatkan pasar.
Kemudian ada rapat besar di desa, namun saat itu anggota DPRD era Aan Subarnas menghentikan upaya tersebut, sehingga hingga sekarang gagal total dan pasar tetap berada di atas tanah kas desa Panjalin Kidul.
"Tahun 2013, saya dipanggil Pak Sutrisno ke pendopo. Saat itu, Aan Subarnas menjabat di Komisi II yang membidangi soal pasar. Sementara itu, tahun 2019, saya pun menjadi anggota DPRD dan duduk di Komisi II. Berkas ini sejatinya sudah kami serahkan ke Pemdes, namun sampai sekarang tidak ditindaklanjuti," tegas Hamzah.
Terkait pengelolaan ini, PKAPPI, yang merupakan mitra koordinator pasar Prapatan, sesuai dengan keputusan Menteri Hukum dan HAM, mempersilakan forum RT maupun Pemdes Panjalin Kidul untuk menempuh langkah ke pihak kabupaten dan provinsi.
"Ini memang hak milik masyarakat yang harus diupayakan secara bersama. Langkah ini tidak akan terselesaikan di wilayah koordinator pasar Prapatan saja," tegas Hamzah.
"Pasar Prapatan ini memiliki potensi yang luar biasa. Apalagi retribusi PAD yang cukup besar masuk ke kas Pemda. Jika saat itu (tahun 2009) Pemdes Panjalin Kidul bergerak cepat, maka masalah ini bisa selesai dan masyarakat Panjalin Kidul bisa menikmati hasilnya," tambahnya.
Karenanya, Hamzah menyarankan bahwa jika masalah pengelolaan pasar dan pengembaliannya ke Pemdes dipertanyakan, hal ini jelas tidak akan selesai di tingkat bawah. Koordinator pasar hanya pegawai atau petugas biasa yang tidak bisa mengambil kebijakan.