KEJAKSAN– Banyak program kegiatan di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang hanya meniru dari program sebelumnya (copy paste). Tidak sedikit ditemukan program dengan kegiatan sama setiap tahunnya. Ketua Jaringan Aspirasi Masyarakat (JAMS) Kota Cirebon M Rafi SE menerangkan, dia sering menemukan banyak program di beberapa SKPD, sama persis dengan program tahun-tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan pegawai di SKPD tersebut tidak kreatif dan inovatif. “Program tahun lalu muncul terus. Nilai mahal tapi tidak menghasilkan,” ujarnya, kemarin. Seluruh program akan berujung pada upaya pengentasan kemiskinan. Mewujudkan itu, perlu integrasi seluruh SKPD. Jika data Bappeda tahun 2013 pengangguran terbuka mengalami kenaikan, karena pendataan warga yang belum mendapatkan pekerjaan tidak valid. Seharusnya, untuk mengantisipasi pengangguran, kata Rafi, Dinas Sosial Tenaga Kerja Transmigrasi (Dinsosnakertrans) dan SKPD terkait lainnya, melakukan pendataan berdasarkan nama dan alamat (by name by address). “Datanya tidak jelas. Bisa jadi warga kabupaten Cirebon ikut terdata,” terkanya. Padahal, peran data sangat penting dalam mengembangkan perencanaan selanjutnya. Selama ini, kegiatan pengentasan pengangguran dan kemiskinan tidak berkembang. Selalu saja berkutat pada lowongan kerja massal (job fair) tanpa menyalurkan hasil pendataan. Diakuinya, pengujung job fair selalu membludak. Namun, Rafi memastikan banyak diantara mereka warga luar kota Cirebon. Menurutnya, kekuatan Sumber Daya Manusia (SDM) warga Kota Cirebon, masih kurang bersaing dengan warga luar kota. Sebagai contoh, saat pembukaan pegawai PDAM Kota Cirebon, banyak warga luar kota yang memiliki nilai IPK tinggi. Selama ini, ujarnya, kegiatan pelatihan yang dilakukan Dinsosnakertrans khususnya, tidak mengarah pada keberlanjutan. Selain itu, banyak warga yang memiliki keahlian, tidak diberikan arahan sertifikat. Sebab, sering terjadi di lapangan, meskipun ahli di bidangnya, perusahaan nasional tetap meminta sertifikat keahlian. “Di Karangdawa Lemahwungkuk, banyak warga ahli las. Tapi tidak punya sertifikat dan sulit mencari kerja,” terangnya. Kota Cirebon memiliki balai latihan kerja, namun, tidak memikirkan dasar manajemen pelatihan. Hal itu ditunjukan dengan pelatihan digelar di LPK-LPK swasta. Pengamat kebijakan publik, Juhaeni mengatakan, untuk menghasilkan kualitas baik, pengajar harus profesional dan ahli. Jika pengajar tidak memiliki kriteria itu, pelatihan kerja akan sia-sia. Termasuk program lainnya, Juhaeni menilai masih adanya birokrasi yang terhambat dalam menyejahterakan rakyat. Selama menjadi ketua RW puluhan tahun dan aktif di kelembagaan hingga saat ini, dia menemukan banyak program SKPD-SKPD yang hanya copy paste. “Setiap tahun begitu saja. Tidak ada perencanaan dan tindakanya nyata,” ujarnya. Bahkan, setelah program dijalankan, hanya membuat laporan tanpa evaluasi. Juhaeni sering mendapati warga di wilayahnya daerah kampung Cangkol, mendapatkan pelatihan dari Dinsosnakertrans atau SKPD lainnya. Namun, seusai pulang dari pelatihan, mereka hanya dibekali alat-alat bengkel, misalnya. Itupun hanya sebagian kecil alat bengkel. Jika sudah demikian, warga tersebut menjual alat bengkel yang diterima untuk kebutuhan sehari-hari. “Itu sering saya temukan. Idealnya, seusai pelatihan, disalurkan kerja. Tidak perlu digaji selama sebulan. Makan minum ditanggung dinas. Kalau produktif, pasti dipertahankan,” ucapnya. (ysf)
Banyak Program Hanya Copy Paste
Selasa 25-03-2014,11:00 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :