JAKARTA - Di antara minimnya suguhan film keluarga buatan anak negeri di bioskop, Sepatu Dahlan bisa menjadi pilihan pas. Film garapan sutradara terbaik Festival Film Indonesia 2010 Benny Setiawan itu akan ditayangkan secara serentak mulai Kamis (10/4). Sepatu Dahlan diangkat dari novel kehidupan Dahlan Iskan karya Khrisna Pabichara berjudul sama yang dirilis pada 2012. Novel tersebut meraih predikat mega best seller karena terjual lebih dari 100 ribu eksemplar dalam waktu kurang dari enam bulan. Novel itu mengisahkan anak kecil di Magetan bernama Dahlan Iskan yang menjalani hidup dalam kemiskinan. Dahlan kecil berjalan kaki ke sekolah tanpa mengenakan sepatu karena orang tuanya tidak memiliki cukup uang. Sepulang sekolah, anak kedua di antara empat bersaudara itu harus menyabit rumput untuk kambing-kambing yang dipeliharanya. Tidak terdengar keluhan sekali pun darinya. Kehidupan yang sulit itu justru melecut semangatnya untuk meraih kesuksesan. \"Saya sudah baca bukunya dan terharu sekali. Dari kecil beliau (Dahlan Iskan) susah. Saya pengin anak-anak sekarang terinspirasi cerita ini,\" ujar Thamrin Anwar, eksekutif produser film Sepatu Dahlan, di gala premiere film tersebut di XXI Epicentrum, Rasuna Said, Jakarta, Selasa malam (1/4). Dari situlah, Thamrin kemudian menemui Dahlan Iskan untuk meminta izin memfilmkan kisah hidup mantan direktur utama PLN tersebut. Namun, saat bertemu di suatu pagi pada awal 2013, setelah senam di Bundaran HI, orang yang dicarinya itu justru tidak mau memberikan keputusan. Dahlan bilang, dirinya tidak berada dalam posisi sebagai orang yang berhak mengizinkan. Thamrin lalu menemui penerbit buku Sepatu Dahlan, Mizan. Mereka menyambut baik niat pria yang sebetulnya berprofesi sebagai kontraktor itu. Setelah melalui beberapa perbincangan, diputuskan mengajak Benny Setiawan sebagai sutradara. Sebagai biaya produksi, Thamrin mengajak teman-temannya, Rizaludin Kurniawan serta Deden Ridwan, yang menjabat sebagai produser untuk patungan. \"Ya, itu investasi dari rumah produksi dan kawan-kawan saya. Kami tidak dibiayai sepeser pun oleh Pak Dahlan. Murni karena kagum sama beliau,\" ujar Thamrin. Rizaludin menambahkan, untuk riset penulisan skenario film berdurasi 110 menit itu, dibutuhkan waktu sekitar satu setengah tahun. Yang membuat lama adalah mereka hanya diberi waktu singkat untuk bertemu langsung dan berbincang dengan Dahlan. Selebihnya, harus mencari tahu sendiri kehidupan laki-laki kelahiran 17 Agustus 1951 itu dari cerita keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya dulu. Proses penentuan pemain juga tidak kalah rumit. Tim berusaha mencari pemain dengan karakter fisik mirip tokoh aslinya dengan hanya berdasar pada gambaran cerita Dahlan. Hingga akhirnya terpilihlah Ossa Aji Santosa (Dahlan kecil), Kinaryosih (Bu Iskan), Donny Damara (Pak Iskan), Bima Azriel (Zain, adik Dahlan), Ray Sahetapy (Kiai Mursid), Kirun (Juragan Jabbar), Rifnu Wikana (Ustad Ilham), dan Mucle Katulistiwa (Ustad Akbar). \"Ini kan true story. Jadi, kami berusaha membuat yang semirip mungkin dengan aslinya. Meskipun Pak Dahlan sendiri juga sama sekali tidak intervensi. Tapi, kami sebagai rumah produksi ingin yang ideal,\" ungkapnya. Sejak pertama mengetahui bahwa novel Sepatu Dahlan akan difilmkan, Dahlan sama sekali tidak mau ikut campur maupun memberikan arahan apa pun. Bahkan, dia mengaku tidak menyangka kisah hidupnya akan menarik minat Thamrin dan kawan-kawannya untuk difilmkan. \"Saya tidak berada dalam posisi bisa mengizinkan atau tidak karena itu bukan hak saya,\" ujar Dahlan kepada Thamrin. Menteri BUMN itu memberikan kebebasan sebebas-bebasnya kepada Benny Setiawan. Selain sebagai sutradara, Benny menjadi penulis skenario film. Dahlan tidak berminat mengintervensi meski film tersebut menceritakan kisah hidup masa kecilnya. Dahlan hanya memberikan waktu masing-masing 15 menit kepada Benny, Donny, dan Kinaryosih dalam memberikan gambaran sosok-sosok yang dimunculkan. Selama syuting yang memakan waktu lebih dari sebulan, Dahlan hanya berkunjung pada hari terakhir di Magetan. Dia mengajak serta sang istri, Nafsiah Sabri. \"Saya tahu, karya seni itu tidak boleh dicampuri apa pun. Tapi, orang pasti nggak percaya, dikira saya mensponsori atau apa pun. Ya, nggak apa-apa. Sutradara dan pemain-pemain ini jadi saksinya,\" ujar Dahlan, kemudian tertawa. Setelah melihat hasilnya di gala premiere, Dahlan terharu. Dia sama sekali tidak menyangka Benny bisa membuat kemiskinan dan kesusahan masa kecilnya menjadi tontonan menarik. Bahkan, beberapa kali dia meneteskan air mata mengenang adegan demi adegan yang pernah dia alami dulu. Terutama saat kehilangan ibu tercinta. Dahlan juga memuji akting para pemain yang dinilai sangat menggambarkan sosok-sosok yang pernah ada dalam hidupnya. \"Saya jadi ingat waktu masih kecil dulu. Walaupun sebenarnya saya jauh lebih miskin daripada yang ada di film itu,\" ungkapnya. Kemiskinan di masa kecil itulah yang membawa Dahlan menjadi sosok pemimpin bertangan dingin saat ini. Dia tidak pernah berhenti bermimpi meski banyak orang yang menyuruhnya berhenti karena harapannya yang terlalu tinggi itu. Salah satu potongan adegan yang memorable di film Mizan Productions, Expose Pictures, dan Semestapro itu adalah saat Pak Iskan bertanya kepada Dahlan kecil. Lebih memilih menjadi orang miskin tapi beriman atau orang kaya namun tidak beriman. Jawaban Dahlan adalah, \"Pilih sugih ananging iman, Pak (pilih kaya juga beriman, Pak).\" Rizaludin mengatakan, Sepatu Dahlan akan dibuat sekuelnya jika respons masyarakat bagus. Novel Sepatu Dahlan merupakan judul pertama dari buku trilogi kisah Dahlan Iskan yang akan disusul dengan Surat Dahlan dan Senyum Dahlan. Rizaludin berharap film itu bisa menginspirasi banyak orang dan membangkitkan rasa perjuangan menghadapi hidup. \"Kemiskinan itu tidak menghalangi seseorang untuk maju. Miskin harus tetap bermartabat. Miskin materi tidak boleh miskin jiwa. Kaya juga harus manfaat. Itu yang pernah disampaikan Pak Dahlan dan ingin kita sampaikan lewat film ini,\" jelas Rizaludin. (yas/c6/ayi)
Langkah Inspiratif Sepatu Dahlan
Sabtu 05-04-2014,09:43 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :