Sejak tahun 2022, suara masyarakat sudah terdengar, namun hingga tahun 2025, belum ada perubahan signifikan.
“Tiga tahun kita bersuara, tiga tahun juga kami diabaikan,” tambah Aan.
Dia mengungkapkan bahwa warga merasa Pemerintah Kabupaten Cirebon belum benar-benar berniat membangun wilayah timur.
“Kami belum melihat keseriusan pemerintah. Dari 30 titik, baru tiga yang diumumkan lewat media sosial."
"Itu pun tanpa kepastian jadwal. Belum lagi masalah banjir dan sampah yang belum jelas solusinya,” ungkapnya.
BACA JUGA:Hadiah Rp50 Juta untuk Video Perpisahan Sekolah Terbaik, Ini Syarat dari Kang Dedi Mulyadi
BACA JUGA:Dari Pengangguran, Satpam sampai Wiraswasta, Ini Dia 9 Tersangka Kasus Narkoba di Cirebon Mei 2025
Ia menegaskan, aksi unjuk rasa ini bukan yang terakhir. “Kalau tak ada kesepakatan yang jelas, kami akan aksi lagi. Karena yang kami tuntut adalah hak dasar kami sebagai warga negara,” tegasnya.
Sekretaris Jenderal DPP Komunitas Masyarakat Pejuang Aspirasi Keadilan (Kompak) Dedi Chan menambahkan bahwa tidak ada transparansi penggunaan anggaran pendapatan daerah, terutama dari sektor pajak kendaraan.
“Data yang kami temukan, pendapatan dari pajak kendaraan di tahun 2024 mencapai Rp213,03 miliar."
"Jika 34 persen masuk ke provinsi, sekitar Rp140 miliar lebih masuk ke kas daerah. Tapi kenapa hanya Rp17,3 miliar yang digunakan untuk perbaikan jalan? Sisanya kemana?” tanya Dedi.
Ia juga menyinggung proyek Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Karangwareng yang tak jelas laporannya.
BACA JUGA:Pertamina Balongan Pastikan Proses Transfer Crude dan Produk Aman di Jalur Laut dengan SWAT ke SPM
BACA JUGA:Babinsa dan Bhabinkamtibmas Kelurahan Sunyaragi Bersinergi Monitoring Program MBG
“Kami tidak pernah tahu prosesnya. Publik berhak tahu kemana anggaran itu dialirkan. Ini soal keadilan, bukan hanya infrastruktur,” jelas Dedi.
Tak hanya eksekutif, lembaga legislatif pun turut disorot. Dedi mempertanyakan peran DPRD Kabupaten Cirebon sebagai wakil rakyat.