Penanganan Pelanggaran Kode Etik Anggota DPRD Kuningan Dinilai Lamban?

Senin 28-07-2025,13:38 WIB
Reporter : Tatang Rusmanta
Editor : Yuda Sanjaya

KUNINGAN, RADARCIREBON.COM - Penangan pelanggaran kode etik yang dilakukan Badan Kehormatan (BK) terhadap 2 orang anggota DPRD Kuningan, dinilai lamban.

Dua anggota dewan Kabupaten Kuningan, diduga telah melakukan pelanggaran kode etik sebagai kapasitas wakil rakyat.

BK DPRD Kabupaten Kuningan yang tengah menangani dugaan kasus tersebut, membantah tudingan publik yang menyebut lamban dalam bekerja.

Ditegaskannya, proses penyelidikan terhadap laporan yang masuk sejak Juni 2025 itu, terus berjalan secara prosedural dan hati-hati.

Anggota BK DPRD Kuningan Satria Rizky Utama menyatakan, bahwa persepsi lambannya penanganan kasus ini tidak berdasar. 

BACA JUGA:Peringati Hari Sungai Nasional, BRI Jaga Ekosistem Lewat Bersih-Bersih Sungai dan Kesadaran Pengelolaan Sampah

BACA JUGA:Bantu Pencairan dan PKH, Brilink Bating Raya Talang Pangeran Layani Pencairan Jemput Bola

Seluruh tahapan mulai dari penerimaan laporan, verifikasi, hingga klarifikasi telah dan terus dilakukan sesuai mekanisme yang berlaku.

"Progressnya jalan sejak laporan masuk bulan Juni. Setiap tahapan kami jalankan, rapat sudah berkali-kali dilakukan dan diketahui pimpinan serta sekretariat dewan. Jadi bukan berarti kami diam," ungkap Satria dikutip dari Koran Radar Cirebon Edisi Senin, 28 Juli 2025.

BK diketahui telah menerima empat aduan terkait dugaan pelanggaran etik, dengan dugaan utama mengarah pada dua anggota dewan berinisial T dan S. 

Meski isu itu telah mencuat di publik, BK mengklaim tetap bersikap objektif dan profesional dalam menelaah.

BACA JUGA:Transaksi Nggak Pakai Lama, QRIS TAP BRImo Solusi Tempel Ponsel ke EDC Langsung Beres Bayar

BACA JUGA:Digitalisasi Layanan e-KTP di Cirebon Dikeluhkan Warga: Ribet, Tidak Ramah Pemula dan Lansia

"Pengadu sudah dipanggil, beberapa saksi juga sudah kami dengar keterangannya. Bahkan kami sedang mempertimbangkan untuk melibatkan tim ahli independen dari kalangan akademisi atau pemerintah tingkat provinsi dan pusat," ujarnya.

Ia menjelaskan, langkah ini penting agar keputusan BK nantinya tidak hanya sah secara prosedur internal, tetapi juga memiliki kekuatan etik dan moral yang kuat di mata publik. 

Kategori :