“Seharusnya ada koordinasi sejak awal agar tidak menimbulkan kecurigaan dan ketidaknyamanan,” imbuh Deni.
BACA JUGA:Revitalisasi Situ Ciburuy, KDM Kasih Solusi Ini ke Warga yang Terdampak
BACA JUGA:Shelter PKL Terminal Sumber Sepi Pengunjung, Pedagang: Branding Itu Penting
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, pemerintah desa sempat memediasi pertemuan antara warga, pihak yayasan, dan unsur Muspika.
Hasil pertemuan memutuskan bahwa desa menolak memberikan tanda tangan persetujuan sebelum ada pernyataan tertulis dari tetangga terdekat.
Namun, pihak yayasan tetap bersikeras bahwa pembangunan tidak membutuhkan izin dari warga sekitar.
Di tengah perdebatan, isu perseteruan keluarga dan persaingan bisnis sempat mencuat. Namun, H Deni menegaskan hal itu tidak benar.
“Tidak ada konflik keluarga atau bisnis. Persoalannya hanya soal etika dan prosedur. Jangan sampai ada pengalihan isu,” katanya.
Sebagai tindak lanjut, warga Blok Cibatu dan sekitarnya melayangkan surat pengaduan resmi kepada Bupati Majalengka.
Dalam surat itu, mereka menilai bangunan MBG berdiri tanpa jarak aman dari rumah warga, berpotensi mengganggu privasi, serta tidak sesuai dengan aturan tata bangunan.
Warga juga meminta pemerintah daerah melakukan pengecekan lapangan, mengklarifikasi legalitas izin, dan memberikan perlindungan agar lingkungan tetap aman dan tertib.
“Kami hanya ingin pembangunan berjalan sesuai aturan. Kalau izinnya sah dan prosedurnya benar, silakan dilanjutkan. Tetapi jika ada dampak di kemudian hari, kami akan menuntut pihak yang memberi izin,” tegas H Deni.
Sementara itu, pihak yayasan tetap bersikukuh bahwa program MBG harus diteruskan demi kepentingan masyarakat.
Mereka berharap polemik ini tidak menutupi tujuan utama, yakni menyediakan makanan bergizi gratis bagi warga yang membutuhkan.
Kini, polemik tersebut berada di tangan pemerintah daerah. Warga menanti langkah tegas Bupati Majalengka dan instansi terkait untuk menindaklanjuti keluhan sekaligus memastikan pembangunan berjalan sesuai aturan yang berlaku.