Meskipun memiliki garis keturunan pemberontak, jasa para pengageng keraton serta hubungan kekerabatan membuat dirinya dihormati dan dianggap sebagai bagian dari keluarga besar keraton.
Tugas Besar dari Keraton Kasepuhan
Pada tahun 1847, ketika berusia 36 tahun, Pangeran Adiredja Martakusumah mendapatkan tugas penting dari Keraton Kasepuhan. Ia diminta mengelola sebuah padukuhan di wilayah kidul (selatan), daerah yang masih jarang penduduk tetapi memiliki potensi alam besar serta dipenuhi pohon limus.
Padukuhan itu kelak dikenal sebagai Pakuwon Cilimus—yang kemudian berkembang menjadi Desa Cilimus.
Menerima tugas tersebut, Pangeran Adiredja memutuskan meninggalkan kehidupan keraton.
Ia pergi bersama dua istrinya, lima anaknya, serta sejumlah pengikut setia, antara lain Raden Langlangbuwana, Raden Singadiperana, dan Raden Gunawicara, para keturunan menak dari garis Sunan Gunung Agung atau Buyut Pakidulan dari Garut.
Untuk menjalani kehidupan baru, ia meninggalkan atribut bangsawan dan menyembunyikan gelar pangeran. Ia mengenakan pakaian pangsi hitam sederhana dan ikat kepala balangbang semplak, simbol kerendahan hati sekaligus kesiapan untuk berbaur dengan rakyat.
Perjalanan Menuju Selatan dan Lahirnya Nama Ki Sacawana
Perjalanan rombongan dimulai dari Cirebon menuju wilayah selatan. Mereka berhenti di Kampung Wanacala untuk berziarah ke makam Tubagus Suryajayanegara, leluhur yang sangat dihormati. Dari sinilah muncul inspirasi untuk mengganti nama.
Dari kata wana-cala, sang pangeran membalik dan memadukannya menjadi Sacawana. Kata “saca” lazim digunakan oleh bangsawan Sunda, seperti Sacadilaga atau Sacanata.
Dengan demikian, gelar barunya “Ki Sacawana” menjadi identitas baru yang membantunya berbaur tanpa membawa status kebangsawanan yang bisa memicu konflik politik.
Perjalanan kemudian dilanjutkan hingga mereka tiba di tepi Sungai Cibacang, wilayah yang dipenuhi pohon mangga limus.
Rombongan beristirahat lama di lokasi ini, yang memiliki aroma khas buah limus dan dianggap sebagai tempat yang nyaman serta subur.
Inilah momen ketika pemukiman tersebut diberi nama Cilimus—merujuk pada “cai” (air) dan “limus”.
Pembangunan Tarikolot dan Berdirinya Cilimus
Setelah beristirahat, rombongan bergerak ke arah timur menyusuri sungai hingga tiba di sebuah padukuhan yang kemudian dinamai Tarikolot. Tempat ini dipilih Ki Sacawana sebagai pusat pemerintahan sekaligus lokasi pendirian pemukiman baru.