Menurutnya, tanpa kerukunan, pembangunan tidak akan berjalan optimal. Ia bahkan menyoroti gejolak sosial pada Agustus lalu sebagai contoh rapuhnya stabilitas tanpa harmoni.
“Kalau tidak ada rukun dan damai, yang sudah dibangun pun bisa rusak dan hancur,” tegasnya.
KH Adib menjelaskan, isu kerukunan umat beragama telah menjadi prioritas nasional dalam Asta Cita Presiden, khususnya poin kedelapan.
Karena itu, menjaga harmoni bukan hanya tugas pemerintah, tetapi kewajiban kolektif seluruh warga negara.
Dalam konteks era digital, ia mengingatkan pentingnya literasi digital untuk mencegah konflik yang dipicu hoaks.
“Anak-anak muda harus hati-hati. Jangan langsung membagikan berita sebelum diverifikasi,” katanya.
Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia kini dilirik dunia sebagai calon role model kerukunan global.
Delegasi Austria dalam program Indonesia Interfaith Scholarship (IIS) bahkan menyimpulkan bahwa masa depan kerukunan ada di Indonesia.
PKUB sendiri sedang mengembangkan platform digital dalam bahasa Inggris dan Arab, serta mendorong FKUB daerah mengangkat kearifan lokal ke level internasional.
BACA JUGA:Bukan Flagship Biasa! Vivo X300 Tawarkan Fitur Langka yang Jarang Ada di HP Lain
Indonesia juga dijadwalkan menjadi tuan rumah International Summit for Peace, Integrity, and Responsive on Ecotheology (INSPIRE) 2026, forum internasional yang menggabungkan isu perdamaian, integritas bangsa, dan kepedulian lingkungan.
“Kalau kita mencintai bumi, bumi akan mencintai kita kembali,” ujar KH Adib.
KH Husein Muhammad menilai buku itu penting karena berangkat dari pengalaman nyata.
“Lebih baik memelihara kerukunan sebelum konflik terjadi, daripada menyesal setelah konflik pecah,” ucapnya.
Prof Jamali menambahkan bahwa kerukunan bukan sekadar teori, tetapi praktik nyata yang terbukti menjaga stabilitas bangsa.
Sementara itu, Prof Philip Kuntjoro Widjaja memuji Indonesia sebagai negara dengan modal sosial kuat untuk menjadi contoh dunia dalam harmoni lintas agama.