Berbekal selendang sakti, Nyi Mas Baduran mulai menebang pepohonan dan membakar ilalang agar lahan cepat terbuka.
BACA JUGA:Gak Perlu Bensin! Ini 4 Motor Listrik Mirip Vespa Favorit Ojol di 2025
BACA JUGA:Tragis! Bocah 5 Tahun di Majalengka Ditemukan Tewas di Dalam Sumur
Asap pembakaran membumbung tinggi ke udara. Dalam proses itu, Nyi Mas Baduran bersumpah bahwa batas wilayah yang dihentikan bara api akan menjadi tanah Baduran.
Namun, pembukaan wilayah ini memicu konflik. Ki Gede Bakung, penguasa wilayah Bakung, merasa tanahnya dirampas.
Pertarungan sengit pun terjadi antara Ki Gede Bakung dan Nyi Mas Baduran. Pertarungan itu berlangsung lama hingga keduanya mengalami luka parah dan akhirnya meninggal dunia.
Sebelum wafat, Nyi Mas Baduran berpesan agar keturunannya tidak menanam labu hitam di tanah Bedulan.
Hingga kini, pesan tersebut masih dipercaya dan dipatuhi masyarakat setempat.
Dari Padukuhan hingga Menjadi Desa Resmi
Setelah kepergian Nyi Mas Baduran, tugas dilanjutkan oleh putrinya, Nyi Mas Pulung Ayu, didampingi Pangeran Jaya Lelana.
Mereka menyelesaikan persiapan padukuhan sebagai tempat singgah pasukan Demak.
Pada tahun 1563, pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahilah berangkat menyerang Portugis di Sunda Kelapa.
Wilayah itu kemudian berganti nama menjadi Jayakarta, yang kini dikenal sebagai Jakarta. Usai kemenangan tersebut, banyak prajurit Demak memilih menetap di padukuhan Baduran.
Seiring waktu, kawasan tersebut berkembang pesat. Pada tahun 1565, Baduran resmi ditetapkan sebagai desa dengan Kuwu Wertu sebagai pemimpin.
Statusnya meningkat menjadi pademangan pada 1576, dipimpin Demang Pangeran Jaya Lelana bergelar Adipati Suranenggala.
Perubahan Nama Baduran Menjadi Bedulan