Wabup Sebut Pejabat Dinkes Main-main

Jumat 10-10-2014,09:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Sekdis Pesimis KCS Bisa Direalisasikan SUMBER– Wakil Bupati Cirebon, H Tasiya Soemadi menilai dinas kesehatan main-main dengan 44 ribu peserta jaminan kesehatan daerah (jamkesda) yang dipaksa beralih ke Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Mandiri. Padahal pemerintah daerah sudah menganggarkan bagi masyarakat miskin yang memegang kartu cirebon sejahtera atau kartu rakyat cirebon (KRC). “Kalau di BPJS mandiri, masyarakat harus membayar premi. Ini justru membebani masyarakat lagi. Ini sangat tidak masuk akal. Padahal kami sudah menganggarkan jauh-jauh hari sebelumnya,” ujar Gotas panggilan akrab wakil bupati, kepada Radar, Kamis (9/10). Untuk menyelesaikan persoalan ini, Gotas akan mengevaluasi kinerja dinas kesehatan bersama-sama dengan DPRD. Dalam kondisi ini, bupati disebut Gotas kurang tegas. “Dinkes sudah main-main. Harusnya tidak boleh begitu. Bupati juga harusnya bisa bertindak tegas,” tandasnya. Di tempat terpisah, Sekretaris Dinas Kesehatan, Abdullah Subandi mengatakan, 44 ribu peserta jamkesda itu bukan dipaksa masuk ke BPJS mandiri. Dinkes sudah tidak ada pilihan karena daerah sudah tidak bisa mengelola jamkesda dengan adanya aturan jaminan kesehatan nasional (JKN). “Jadi sudah tidak ada jamkesda lagi, sudah harus BPJS. Apalagi ditahun 2016 kan seluruh masyarakat Indonesia sudah harus masuk JKN, baik yang mandiri maupun dibayar oleh pemerintah pemerintah,” kata dia. Subandi mengaku, sampai saat ini dinkes masih melakukan pendataan penerima KCS atau KRC yang tersebar di Kabupaten Cirebon. Terkait anggaran Rp4,6miliar untuk pembayaran premi BPJS juga tidak mencukupi. Hitungan kasarnya, 44 ribu dikalikan Rp19.225 per anggota selama sebulan. Belum lagi membayar tunggakan premi yang sudah-sudah. Lewat hitungan kasar saja sudah terlihat bahwa dana Rp4,6 miliar itu kurang. Sehingga, realisai KCS ataupun KRC tidak bisa dilakukan tahun ini. “Saya kira ditahun ini kita masih belum bisa merealisasikan KCS atau KRC karena masih melakukan pendataan ” tuturnya. Kendati demikian, pihaknya meyakini bahwa KRC atau KCS ini dapat direalisasikan, tapi itu semua tergantung dari manajerial kepala dinas. Posisi dirinya yang sebatas orang kedua tidak bisa mengambil keputusan. Subandi mencontohkan, misal dinkes melakukan pendataan dan November baru rampung, tentu sulit merealisasikan KCS dan KRC di akhir tahun. Realisasi baru bisa dilakukan 2015 dengan catatan data yang tersaji benar-benar valid. “Validitas data menentukan pelayanan pemerintah terhadap rakyat miskin. Bisa tidak masyarakat yang tidak mampu mendapatkan fasilitas kesehatan yang baik. Jangan sampai salah sasaran,” tukasnya. Dia mengaku, banyak masyarakat yang mengeluh lantaran tidak mendapatkan jaminan kesehatan dari pemerintah daerah. Sebab, ketika jamkesmas masih diberlakukan, warga yang ter-cover lebih banyak. Sayangnya, keberadaan jamkesmas sendiri sering dimanfaatkan oknum. Setelah dipelajari, ternyata kerabat kuwu atau orang kuat lainnya yang menikmati fasilitas itu. Sementara banyak masyarakat miskin tidak tersentuh dan tidak memiliki jamkesmas maupun jamkesda. “Nah pola ini harus dirubah. Kalau ada masyarakat kaya yang punya jamkesmas atau jamkesda ya harus dicabut dan suruh membayar sendiri,” ucapnya. Saat disinggung tidak ada sinergi yang jelas antara dinas kesehatan dengan kebijakan pimpinan soal jaminan kesehatan, Subandi membantah pernyataan yang dilontarkan ketua DPRD. Menurut dia, sebetulnya bukan tidak sinkron, tapi ada kendala di data. Ini yang menyebabkan pemegang KCS belum bisa semuanya ter-cover. Tak hanya itu, data di lapangan juga masih simpang siur. “Kalau orang miskin yang tidak punya KCS atau KRC nanti akan di-cover oleh pemerintah daerah. Adapun pendataan, nanti kita kumpulkan data dari tingkat desa, kecamatan dan yang terakhir di dinas kesehatan. Kemudian mereka akan didaftarkan dan setelah itu nanti kita buat MoU-nya dengan BPJS. Artinya pendataan tersebut dilakukan secara berjenjang,” bebernya. Sayangnya, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, dr Hj Triyani Judawinata hingga kini belum bisa dikonfirmasi. Termasuk bupati Cirebon yang hingga berita ini diturunkan belum bisa dihubungi. (sam)

Tags :
Kategori :

Terkait