Pidato, Jokowi Minta Semua Kerja

Selasa 21-10-2014,09:18 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Fokus pada Maritim, Maksimalkan Potensi Kelautan JAKARTA - Salah satu momen yang ditunggu-tunggu dalam pelantikan Jokowi-JK adalah pidato kenegaraan. Sebab, pidato perdana dari presiden terpilih itu merupakan gambaran umum apa yang dicita-citakan Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi-JK lima tahun ke depan. Semua kalangan berharap pidato itu bisa menumbuhkan antusiasme dan keyakinan Indonesia. Prosesi pembacaan pidato kenegaraan Jokowi tidak lama. Seperti yang dikatakan selama ini, hanya berlangsung tujuh menit. Dalam pidatonya, pria asli Solo itu pertama-tama mengucapkan penghormatan untuk bagi tokoh-tokoh negara yang pernah menjabat sebagai presiden. Seperti Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), Megawati Soekarno Purti dan BJ Habibie. Selain itu juga turut hadir mantan wakil presiden seperti Tri Sutrisno, Hamzah Haz, serta Boediono. Tak hanya menyapa tokoh senior, Jokowi juga menyampaikan rasa terima kasih pada seterunya saat pemilihan umum. Yakni Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. “Yang saya hormati rekan dan sahabat saya Bapak Prabowo Subianto,” ucapnya. Prabowo yang mendengar namanya disebut, langsung berdiri dari tempat duduk. Putra dari almarhum Prof Soemitro Djojohadikoesoemo itu memberikan hormat ala militer pada Jokowi. Sontak peserta sidang yang melihat pemandangan itu langsung bertepuk tangan memberikan pujian. Dalam pidatonya Jokowi berjanji akan mengemban amanah sebaik-baiknya sebagai presiden pilihan rakyat. Hal itu  sesuai dengan sumpah jabatan yang dia ucapkan. Menurut dia sumpah memiliki makna spiritual yang dalam. Yang menegaskan komitmen untuk bekerja keras. “Kerja keras untuk mencapai kehendak kita bersama sebagai bangsa yang besar,” ujarnya saat berpidato. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengatakan, saat kegaduhan pemilihan umum sudah usai. Kini saatnya menyatukan hati dan tangan bersama-sama melanjutkan ujian sejarah yang maha berat. Dia bercita-cita menjadikan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkribadian dala kebudayaan. Dia melanjutkan, cita-cita itu tidak bisa diwujudkan presiden seorang diri. Perlu adanya persatuan dan kesatuan bangsa, gotong-royong dan juga kerja keras. “Persatuan dan gotong royong merupakan syarat bagi kita untuk menjadi bangsa besar. Kita tidak akan jadi bangsa besar jika terjebak dalam keterbelahan dan keterpecahan. Dan  kita tidak pernah betul-betul merdeka tanpa kerja keras,” jelasnya. Jokowi juga menggaransi bahwa pemerintahan yang dia pimpin bekerja untuk kepentingan rakyat. Seluruh masyarakat Indonesia akan menikmati pelayanan pemerintah Jokowi-JK. Caranya dengan memacu kinerja lembaga negara untuk bekerja keras. Tak hanya itu, mantan wali kota Solo itu juga berharap semua rakyat bekerja membangun Indonesia. “Kepada para nelayan, buruh, petani, pedagang bakso, sopir, akademisi, guru, TNI, Polri, pengusaha, dan kalangan profesional untuk bekeja keras, bahu membahu, bergotong royong. Inilah momen sejarah kita semua untuk bergerak bersama untuk bekerja bekerja bekerja,” ucapnya. Pidato itu pun berisi kritikan pada pemerintah sebelumnya. Menurut Jokowi potensi alam Indonesia yang kurang dimanfaatkan secara maksimal. Yakni di sektor kelautan. Menurut Jokowi, Indonesia adalah negara maritim. Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban. Namun sudah terlalu lama potensi besar itu tidak tergarap. “Laut adalah masa depan kita. Kita terlalu lama memunggungi samudra, laut, selat, dan teluk. Kini saatnya kita mengambalikan semuanya. Sehingga Jales Veva Jayamahe semboyan nenek moyang kita masal lalu, bisa kembali membahana,” terangnya. Riuh tepuk tangan peserta sidang terus menerus mengalir usai Jokowi membacakan pidato itu. Pidato itu pun mendapatkan pujian dari tamu yang datang pada pertemuan siang itu. Surya Paloh ketua Umum Partai Nasdem mengatakan bahwa Menurut Paloh, dalam pidatonya Jokowi turut menekankan garis kebijakan yang akan ditempuh untuk mewujudkan kemandirian bangsa. Seperti sektor maritim. Paloh mengatakan memang seharusnya Indonesia menguatkan sektor laut. “Karena secara geografis Indonesia negara kepulauan terbesar di dunia, dengan dua pertiga wilayahnya kelautan dan poros maritim ini andalan kita,” ujarnya. Selain berpidato di DPR, Jokowi juga menggelar pidato di Monas. Menurut Jokowi itu merupakan pidato kerakyatan. Harapannya rakyat bisa mendengar langsung apa cita-cita dari pemerintah lima tahun ke depan. Meski sempat dibayangi isu penjegalan pelantikan Jokowi-JK, prosesi pelantikan yang berlangsung di ruang sidang paripurna MPR RI itu berlangsung dengan lancar dan khidmat. Satu demi satu anggapan bahwa pelantikan Jokowi-JK akan terhambat ternyata tidak terbukti sama sekali. Indikator pertama adalah adanya isu pemboikotan anggota MPR, terutama dari Koalisi Merah Putih (KMP) untuk tidak menghadiri pelantikan Jokowi-JK. Namun, mayoritas anggota MPR terbukti hadir. “Dari 685 anggota Fraksi MPR, jumlah kehadiran adalah 672 anggota,” kata Zulkifli membacakan absensi saat persidangan paripurna. Itu artinya, hanya ada 13 anggota MPR yang absen dalam pengambilan sumpah jabatan itu. Indikator kedua adalah keraguan publik atas kehadiran Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya Prabowo Subianto. Calon presiden pesaing Jokowi itu belum memberikan jawaban pasti, saat pertemuan dirinya dengan Jokowi pada hari Jumat pekan lalu. Namun, Prabowo membuktikan diri sebagai seorang negarawan dengan hadir tepat waktu, bersama dengan rombongan pimpinan parpol dari KMP lainnya. Lebih lanjut, prosesi pelantikan Jokowi juga dihadiri ratusan saksi dari berbagai negara sahabat. Sebanyak 19 utusan khusus negara sahabat dan ratusan tamu undangan dari berbagai kedutaan negara hadir dalam pelantikan Jokowi-JK. Beberapa nama dari 19 utusan negara sahabat yang hadir adalah Sultan Brunei Darussalam, HM Sultan Hasanal Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah, Presiden Republik Demokratik Timor Leste Tuan Tur Matan Ruak, PM Singapura Lee Hsien Loong, PM Malaysia PM Dato Sri Mohd Najib bin Tun Abdul Razak, PM Negara Independen Papua Peter O’Neill, Utusan Khusus Jepang Yasuo Fukuda, Utusan Khusus Kerajaan Thailand Jenderal Tanasak Patimapragorn, Utusan Khusus Tiongkok Madame Yan Junqi, Menteri Luar Negeri AS John F Kerry, PM Australia Tony Abott, dan Utusan Khusus Federasi Rusia Denis Valentinovich. Zulkifli dalam sambutannya memberikan apresiasi terhadap kepemimpinan SBY selama satu dekade terakhir, yang mencatat berbagai perkembangan. Indo­nesia telah naik menjadi middle income country dari sebelumnya berada di posisi bawah Asia. Indikator itu terjadi berkat capaian pembangunan ekonomi yang menempatkian Indonesia di peringkat 16 dunia. “Pendapatan per kapita rakyat Indonesia meningkat hampir tiga setengah kali lipat dari sekitar 1.161 dollar Amerika Serikat pada 2004, menjadi 3.475 dollar Amerika Serikat di akhir 2013. Dari sisi demokrasi, kematangan berdemokrasi semakin baik didukung oleh kebebasan pers yang terjaga. Stabilitas politik, keamanan, dan ketertiban terjaga selama 10 tahun terakhir. Di bidang politik luar negeri, Indonesia melalukan diplomasi ke segala arah dan sejuta kawan, tanpa satupun lawan (a million friends and a zero enemy). Posisi Indonesia semakin strategis dengan keikutsertaan aktif di forum Internasional seperti G20, APEC, maupun ASEAN. “Dengan berbagai modal dasar itu, kita berharap dapat meningkatkan sinergitas antar komponen bangsa, sehingga dapat memberikan dukungan penuh kepada kinerja Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019 dalam menterjemahkan visi dan misinya mengantarkan kejayaan bangsa Indonesia,” ujarnya. Zulkifli saat ditemui usai pelantikan Jokowi-JK tak bisa menutupi rasa kegembiraannya. Dirinya bangga menjadi bagian dari proses transisi pemerintahan yang berjalan mulus. “Transisi pemerintahan kekuasaan the best ever (adalah) sekarang,” seru politikus Partai Amanat Nasional itu. Menurut Zulkifli, momen saat ini seharusnya menjadi awal bagi seluruh elemen bangsa untuk bekerja bersama. Dirinya menilai, tidak perlu ada lagi isu pemakzulan terhadap Jokowi-JK pasca momentum yang berjalan sukses. “Marilah seterusnya kita majukan Indonesia,” tandasnya. Dibandingkan era sebelumnya, nampaknya memang belum ada transisi semulus SBY kepada Jokowi. Di era Orde Lama ke Orde Baru, transisi dari Presiden Soe­karno ke Soeharto dibayangi keber­adan Surat Perintah Sebe­las Maret (Supersemar). Di era Presiden Soeharto, tran­sisi berjalan dengan aksi masya­rakat yang menyuarakan refor­­masi, yang menyebabkan kekuasaan­nya selama 32 tahun berakhir dengan pengunduran diri. Presiden Habibie selaku peng­­ganti Soeharto juga tidak mam­pu melakukan transisi mulus, karena laporan pertanggung­jawabannya ditolak oleh MPR. Di era Presiden Abdurrahman Wahid, terjadi impeachment yang membuat Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri naik pangkat menggantikannya. Di era SBY, transisi sedikit ternoda, kare­na Megawati yang kalah dalam pilpres menolak hadir da­lam pelantikan dan serah terima jaba­tan di MPR. (aph/bay/dyn)

Tags :
Kategori :

Terkait