KHL Melebihi Laju Inflasi

Rabu 22-10-2014,09:06 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

MAJALENGKA-Selain berpatokan pada kebutuhan hidup layak (KHL) tahun berjalan, penetapan upah minimum kabupaten (UMK) 2015 juga dipengaruhi faktor inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Majalengka menyebutkan jika angka inflasi tahun 2014 ini masih berada di bawah 10 persen. Staf Distribusi BPS Kabupaten Majalengka Adang Suhendar menuturkan, dari catatan pihaknya di BPS, laju inflasi tahun berjalan 2014 ini, di Kabupaten Majalengka angkanya berada di kisaran 7,86 persen. Angka tersebut, naik dari laju inflasi daerah di tahun sebelumnya yang hanya berada di kisaran 6,2 persen. Laju inflasi tahun ini di Majalengka bisa naik dari tahun sebelumnya lantaran berbagai faktor dari penyebab secara lokal, maupun penyebab di skala nasional. “Inflasi tahun berjalan ini, naik dari tahun sebelumnya. Tahun 2014 ini di angka 7,86 persen, tahun kemarin cuma 6,2 persen. Laju inflasi di Majalengka, relatif sama dengan laju inflasi di wilayah III Cirebon yang rata-rata di kisaran 7,7 sampai 7,9 persen,” ujarnya. Menurutnya, jika melihat pada hasil survei KHL, di mana angka yang muncul kenaikannya di angka 10,16 persen dari tahun sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa ini menandakan jika kondisi pasar di lapangan ternyata perubahan harga sejumlah kebutuhan pokok di lapangan melebihi laju inflasi berjalan. Dan hal itu, sah-sah saja, mengingat laju inflasi yang berlaku saat ini tidak hanya dihitung dari 60 komponen kebutuhan pokok yang masuk dalam proses survei harga-harga KHL. Tapi, ada komponen kebutuhan lain yang tidak termasuk dalam 60 komponen tersebut yang dihitung, sehingga jatuhlah perkiraan laju inflasi di angka 7,86 persen. “Kalaupun hasil survei KHL menunjukkan bahwa kenaikan angka KHL dari tahun kemarin ke tahun sekarang ada di kisaran 10 persenan, itu sangat wajar dan sah-sah saja. Karena, tidak semua 60 komponen penentu KHL, jadi patokan penghitungan inflasi. Demikian pula sebaliknya, tidak semua faktor penentu inflasi masuk dalam 60 komponen penghitungan KHL,” tuturnya. Dikatakan, dalam menentukan besaran UMK, BPS hanya berposisi sebagai pemberi pandangan terhadap situasional dan kondisi inflasi serta perimbangan statistika lainnya, yang bisa dijadikan dasar atau bahan pertimbangan bagi para pihak yang berkepentingan di dewan pengupahan, guna menetapkan besaran KHL. Sementara itu, tuntutan pihak serikat pekerja tetap menginginkan agar besaran UMK setara dengan KHL adalah harga mati, dan mesti terealisasi dalam penetapan besaran UMK. Penetapan UMK sendiri, direncanakan bakal berlangsung di minggu terakhir bulan Oktober, atau selambat-lambatnya tanggal 24 Oktober. Sebab, UMK yang disepakati oleh dewan pengupahan ini, nantinya akan direkomendasikan pemkab kepada gubernur, untuk diusulkan supaya ditetapkan melalui SK Gubernur, bersama UMK kabupaten/kota lain se-Jawa Barat, selambat-lambatnya akhir Oktober. (azs)

Tags :
Kategori :

Terkait