Bupati Bantah Obok-obok Pemdes

Kamis 23-10-2014,09:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Terima Usulan Bedah Perbup 42/2014 SUMBER– Bupati Cirebon Drs H Sunjaya Purwadisastra MM MSi membantah penerbitan Peraturan Bupati (Perbup) 42/2014 dilakukan untuk mengobok-obok pemerintah desa (pemdes). Bupati justru mengaku, siap menerima audiensi Forum Komunikasi Kuwu Cirebon (FKKC) yang meminta membedah perbup yang mengatur tentang pengangkatan pejabat kuwu harus PNS dan ditunjuk oleh pemerintah daerah. “Diobok-obok dalam hal apanya? Orang saya tidak mengobok-obok. Bahkan beberapa pengurus FKKC sudah ketemu dan meminta agar ada audiensi dengan saya. Tentunya saya terima dan minggu depan audiensi akan dilaksanakan,” ujar Sunjaya usai, menyampaikan hantaran raperda tentang pemerintahan desa dan BPD, di ruang rapat paripurna DPRD, Rabu (22/10). Terlepas dari kontrovesi dan penolakan puluhan kuwu, perbup tersebut akan di-upgrade menjadi peraturan daerah. Sebelum menyampaikan hantaran raperda, eksekutif akan melakukan pertemuan dengan DPRD. Diharapkan ada sinkronisasi atas aturan tersebut. “Kita mengajukan ke dewan agar ada satu titik temu yang baik dan memunculkan kesepakatan serta pemahaman kedua lembaga. Usulan pemerintah daerah yang berkaitan dengan aturan semuanya mengacu pada undang-undang dan peraturan pemerintah,” terangnya. Dia juga menyadari, adanya produk baru pasti memiliki penafsiran yang berbeda. Wajar bila kemudian ada penolakan dari beberapa pihak. Untuk menyelesaikan persoalan agar tidak ada yang dirugikan, pemerintah daerah mengambil langkah strategis dengan melakukan pembahasan. “Hasilnya nantikan berdasarkan keputusan bersama antara DPRD dan bupati. Setelah muncul keputusan akan dikeluarkan perda,” tukasnya. Dia mengungkapkan, kondisi faktual saat ini ada 95 desa yang belum memiliki kuwu definitif hasil pemilihan kuwu. 95 desa tersebut hingga kini masih dijabat oleh pejabat kuwu. Jumlah ini akan bertambah karena pada Mei 2015 mendatang terdapat 11 kuwu yang akan berakhir masa jabatannya. Di samping itu, terdapat 19 usulan dari BPD kepada bupati yang menginginkan dilaksanakannya percepatan pilwu. “Banyaknya kekosongan perangkat desa dan BPD dikarenakan telah terlampaunya atau berakhirnya masa jabatan BPD. Nah, untuk mengisi kekosongan perangkat desa tentunya harus perpedoman pada ketentuan berdasarkan PP 43/2014,” ucapnya. Dia menjelaskan, untuk pemilihan kuwu serentak sendiri biayanya akan ditangung oleh pemerintah daerah melalui APBD sekitar Rp8 miliar. Tapi, ketentuan tersebut harus menunggu persetujuan DPRD. “Nanti kalau dianggarkan Rp8 miliar. Setiap desa diperkirakan mendapat Rp10-15 juta,” ungkapnya. Sementara itu, Ketua DPRD H Mustofa SH mengatakan, pembuatan perda dari Perbup 42/2014, merupakan sebuah keharusan. Sebab, perbup ini mengacu pada UU dan PP. Apalagi, ada 95 desa yang tidak memiliki kuwu definitif. Belum lagi, di dalam UU dan PP tersebut akan ada pelaksanaan pilwu serentak. Kondisi seperti ini, pemerintahan daerah pun harus menyiapkan anggaran tersebut. “Nanti akan dibahas dalam pembahasan untuk besaran anggaran pilwu serentak. Karena pilwu merupakan salah satu contoh pertama dalam pelaksanaan pemilihan langsung,” tuturnya. (sam)

Tags :
Kategori :

Terkait