SUMBER– Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kabupaten Cirebon belum bisa menerapkan pola reduce reuse and recycle (3R). Sebab, kesadaran masyarakat tentang kebersihan belum tumbuh. Pengelolaan sampah masih menggunakan gaya lama, yakni membuang ke sungai, dibakar atau menggunakan lahan kosong untuk penampungan. “Ke depan nanti kita akan buat 3R. Tentu saja kami berharap masyarakat mendukung hal ini. Pola 3R ini penting dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Ini adalah upaya meminimalisasi sampah dan memelihara lingkungan yang bersih. Kita juga bisa mendapatkan nilai ekonomis dari produk daur ulang,” ujar Kepala DCKTR, Hermawan kepada Radar, Kamis (29/10). Menurut Hermawan, sampah sebenarnya tidak sepenuhnya bahan buangan, tapi ada material yang dapat didaur ulang menjadi aneka bentuk produk bernilai ekonomis. Misalnya, pupuk organik dari sampah basah dan barang lainnya yang bernilai ekonomi dari sampah kering. “Caranya dengan 3R tadi. Dengan upaya meminimalkan produk sampah kegiatan mengguna-ulang, kemudian upaya untuk menggunakan kembali sampah secara langsung dengan kegiatan daur ulang dan yang terakhir adalah upaya untuk memanfaatkan kembali sampah setelah melalui proses,” terangnya. Bila pola 3R ini tidak diterapkan, Kabupaten Cirebon akan mengalami krisis di tempat pembuangan akhir (TPA). Oleh sebab itu, di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Santri Desa kepuh, Kecamatan Palimanan, DCKTR mengupayakan penggunaan semi control line file. Ketika sampah sudah terbuang dan rata, lubang kemudian ditutup dengan tanah merah. Pihaknya juga sudah mengupayakan pengolahan sampah menjadi bio gas metan dan yang terakhir dalah dengan kolam licid di lokasi TPA. DCKTR juga melakukan penyemprotan di lokasi-lokasi rawan terhadap kotoran-kotoran yang menimbulkan bakteri. “Cipta karya juga sudah mengupayakan tembok penahan agar tidak merugikan masyarakat. Jalan menuju ke lokasi TPA juga sudah menjadi concern dari bidang cipta karya,” katanya. Diakuinya, DCKTR belum sepenuhnya menggunakan sistem control line file sepenuhnya, karena membutuhkan biaya yang sangat besar. “Cipta karya membutuhkan sarana dan prasaran yang memadai. Bulldozer yang sekarang ada itu buatan 1982, itu kan sudah tua sekali jadi beroprasinya hanya lima hari satu kali. Sehari jalan, lima hari mogok,” ungkapnya. Ditambahkannya, masalah sampah tidak hanya pada menjadi kewenangan DCKTR, tapi semua elemen masyarakat. Selain itu, pihaknya juga akan bekerjasama dengan dinas kesehatan untuk mengatasi masalah bau yang tidak sedap dilingkungan tersebut. (sam)
DCKTR Belum Bisa Terapkan Pola 3R
Kamis 30-10-2014,09:00 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :