CIREBON - Mahasiswa dan polisi terlibat aksi adu jotos di depan Balai Kota Cirebon, kemarin (30/10). Insiden tersebut terjadi saat mahasiswa memaksa masuk Balai Kota Cirebon untuk menyuarakan aspirasi terkait mobil dinas.
Unjuk rasa diawali long march mahasiswa. Mulanya para mahasiswa berorasi di gedung DPRD Kota Cirebon. Tak lama, mereka bergeser dan berorasi di Balai Kota. Dalam orasinya, mahasiswa menuntut untuk bisa bertemu dengan Wali Kota Cirebon, Drs Ano Sutrisno MM agar bisa berdialog mengenai pengadaan mobil dinas muspida.
Setelah lama berorasi, Wali Kota Cirebon, Drs Ano Sutrisno MM ataupun perwakilannya tak kunjung menemui mahasiswa. Suasana mulai memanas ketika beberapa mahasiswa mulai merangsek pagar Balai Kota. Pagar pun berhasil dijebol, dan mahasiswa mulai masuk secara paksa ke Balai Kota Cirebon. Sontak saja, hal tersebut membuat aparat kepolisian geram. Bentrok pun tak terelakan. Mahasiswa dan pihak kepolisian pun terlibat aksi saling dorong. Entah siapa yang mendahului, aksi jotos akhirnya terjadi. Baik mahasiswa ataupun aparat kepolisian terpancing emosi dan saling pukul. Sejumlah mahasiswa yang dianggap provokator pun diamankan. Bahkan, untuk memukul mundur massa mahasiswa, sejumlah tendangan pun dilayangkan aparat kepolisian. Akibat bentrokan tersebut, belasan mahasiswa mengalami luka ringan dan memar di bagian perut dan pelipis mata.
Juru bicara Aliansi Gerakan Mahasiswa Cirebon, Erlangga menyayangkan kericuhan yang terjadi dalam aksi tersebut. Pasalnya, dirinya bersama rekan-rekan datang hanya untuk bisa bertemu wali kota Cirebon dan meminta penjelasan mengenai pengadaan mobil dinas. “Kami menyayangkan sekali sampai ada tindak kekerasan seperti ini,” ucapnya.
Pihaknya hanya ini meminta keterangan secara rinci mengenai pengadaan mobil dinas pada unsur muspida. Mengingat pengadaan mobil dinas tersebut dianggap melanggar aturan yang ada. “Tunjukkan bukti dan payung hukum yang ada pada pengadaan mobil dinas tersebut. Kami hanya minta wali kota untuk memberikan keterangan secara rinci atas pengadaan mobil itu,” tuturnya.
Salah seorang mahasiswa yang mengalami luka-luka, Tumpas Febriyanta mengatakan, dalam aksi tersebut dirinya sebenarnya berusaha melerai bentrokan antara rekannya dengan aparat. Hanya saja, sayangnya bogem mentah pun melayang di pelipis matanya. Alhasil bagian pelipis matanya bengkak. “Saya hanya ingin melerai, tapi ternyata kena pukul. Saya tidak terima seperti ini,” ungkapnya.
Setelah kericuhan dapat diredam, mahasiswa pun tetap tidak mau bergeser. Mereka tetap duduk di balai kota. Sesekali mereka berorasi, hingga akhirnya, Wakil Wali Kota Cirebon, Drs Nasrudin Azis SH menemui. Dalam kesempatan itu, Azis mengatakan pengadaan mobil dinas itu sudah sesuai prosedur dan aturan yang ada. Sehingga tidak perlu dimasalahkan. Bila memang mahasiswa menilai ada keganjilan dalam pengadaannya, Azis mempersilakan mahasiswa untuk melaporkan persoalan ini pada pihak yang berwajib. “Silakan saja, nanti biar hukum yang berbicara. Silakan ditindaklanjuti bila memang dianggap ada yang tidak sesuai,” lanjutnya.
Mendapati jawaban tersebut, para mahasiswa masih merasa belum puas. Karena terdapat sejumlah pertanyaan yang belum bisa terjawab. Tak lama dari dialog tersebut, mahasiswa pun akhirnya membubarkan diri.
MINTA KAPOLRES BERTINDAK
Aksi kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dikecam keras Ketua Komisariat HMI Unswagati, Arief Pranoto. Pasalnya, salah satu kader HMI, Tumpas Febriyanta menjadi salah satu korban bogem mentah dari oknum aparat kepolisian. Tak lama setelah aksi, Tumpas ditemani rekan-rekannya langsung menjalani visum dan melaporkan kejadian tersebut pada pihak kepolisian. “Kami sangat menyayangkan karena pihak kepolisian yang seharusnya mengayomi malah justru melakukan tindakan kekerasan,” lanjutnya.
Dia pun meminta agar Kapolres Cirebon Kota, AKBP Dani Kustoni SH SIK MHum bisa bertindak tegas pada aparatnya yang telah melakukan kekerasan. “Tolong ditindak tegas mereka (oknum) yang telah melakukan tindak kekerasan. Dan kami akan terus melakukan pengawalan hukum,” tukasnya.
KRITIK MAHASISWA
Di tempat terpisah, aksi demonstrasi mahasiswa yang berakhir bentrok mendapat sorotan tajam Loyalis Ano Azis. Mereka menganggap demo mahasiswa sudah biasa dan keluar dari konteks sebenarnya.
Loyalis Ano Azis, Umar Stanis Clau mengaku setuju pemberantasan korupsi, tapi dia mempertanyakan di mana unsur korupsi dalam pengadaan mobdin muspida. Menurutnya, perlu ada perbedaan konkrit antara kedudukan dan fungsi muspida, jangan dicampuradukan. Dalam melaksanakan tugasnya, muspida berkedudukan di Cirebon dan harus bermitra dengan pemerintah daerah. Tanpa mengurangi sedikitpun fungsi mereka sebagai penegak hukum.
Sementara itu, kejaksaan negeri yang sudah bersiap-siap menerima pendemo dibuat kecele. Mahasiswa yang melakukan aksi longmarch justru hanya lewat di depan kejaksaan menuju ke arah balaikota melalui jalan Krucuk. “Kita hanya mempersiapkan diri menerima mahasiswa yang demo. Kalaupun tidak jadi juga tidak ada masalah bagi kami,” ujar Kasi Intel Agus Budiarto SH MH. (kmg/abd)