Kuwu Kompak Bantah Penyunatan Bangub

Senin 08-12-2014,09:00 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

KUNINGAN - Sejumlah kuwu di Kabupaten Kuningan bereaksi setelah mendengar munculnya informasi dugaan penyunatan terhadap dana bantuan gubernur (bangub) untuk infrastruktur. Kuwu mengaku dana tersebut sudah dilaksanakan sesuai dengan ajuan proposal. Bahkan salah seorang kuwu menegaskan, dana sebesar Rp100 juta dinilainya masih kurang. Kades Trijaya Kecamatan Mandirancan, Eddy Syukur misalnya. Ia mengatakan semuanya sudah dilaksanakan sesuai proposal. Kucuran dana dari provinsi tersebut seluruhnya dialokasikan untuk membangun balai desa dari nol. Sebab selama ini balai desa yang dimiliki dianggapnya sudah kurang layak. “Kita bangun dari nol dua lantai. Rencananya balai desa lama akan dijadikan gedung serbaguna. Uang senilai Rp 100 juta seluruhnya terserap, bahkan masih kurang. Untuk menutupi kekurangannya kami melelang titisara termasuk menggali dari swadaya masyarakat,” sebut Eddy, kemarin (7/12). Pihaknya meminta, dugaan potongan yang terjadi di desa lain tidak digeneralisasi. Karena khawatir akan menimbulkan situasi dan kondisi yang tidak kondusif di desa. Terpisah, Kades Pakembangan Kecamatan Garawangi, Ujang Sahudi mengutarakan hal yang sama. Pelaksanaan dari dana bantuan infrastruktur tersebut berdasarkan proposal. Tidak ada pengondisian, terlebih potongan seperti yang terjadi di desa lain seperti yang diakui mantan kades Cijemit, Yaya Cahyadi. “Tidak ada pengondisian, apalagi potongan. Tidak ada pula apa yang diistilahkan dana perjuangan. Semuanya berjalan sesuai proposal. Jadi kami mohon agar tidak disakompletdaunkeun (disa­maratakan, red),” harapnya. Kalaupun ada pengakuan dari kades yang berada di wilayah Kuningan selatan, ia menegaskan itu lain kecamatan. Yang jelas dirinya secara tegas menolak hal-hal tersebut. Senada dengan mereka, Kades Pakapasan Girang Kecamatan Hantara, Eyo Yohana pun merasa kaget mendengar informasi yang dilontarkan Yaya Cahyadi. Menurutnya, dari apa yang diungkapkan Yaya terdapat pernyataan yang tidak tepat. “Adanya dana perjuangan 20 persen itu merupakan hal yang tak benar. Tidak ada sama sekali. Yang ada hanya biaya yang sifatnya normatif yang merupakan konsekuensi pengurusan. Seperti dalam membuat proposal berulang kali. Itu karena peraturan provinsinya berubah-ubah,” terangnya. Kejadian yang membuat proposal direvisi tersebut bukan hanya terjadi di Kuningan melainkan se- Jabar. Namun itupun tidak menelan biaya besar, hanya puluhan ribu sampai ratusan ribu. Termasuk ongkos untuk mengikuti bimtek yang nominalnya tidak seberapa. Karena untuk biaya bimtek yang didalamnya biaya hotel, itu ditanggung provinsi. “Jadi, tidak ada itu dana perjuangan. Pasti se-Jabar dapat Rp100 juta. Adapun masalah pajak, itu dikeluarkan setelah pembelanjaan. Memang ada PPN/PPh. Umpamanya satu desa telah merealisasikan dana itu, kemudian ada yang tersisa 10 persen buat cadangan PPN/PPh itu kami akui. Tapi kalau sampai disunat itu bohong. Untuk pajak yakin itu lain hal lagi,” tandasnya. Ia khawatir munculnya in­for­masi seperti itu malah me­ngundang orang-orang yang tidak bertanggungjawab datang ke desa seolah di desa ada kasus. Untuk itu dirinya menegaskan, tidak ada dana perjuangan. Kalaupun ada revisi proposal, nilainya tidak besar. “Kalau menghabiskan sampai puluhan juta, itu bohong,” pungkasnya. (ded)

Tags :
Kategori :

Terkait