Penuh saat weekend, weekdays belum tentu CIREBON - Pertumbuhan hotel ternyata tak hanya terjadi di Cirebon. Lebih luas lagi fenomena ini juga tercatat dalam lingkup wilayah Jawa Barat (Jabar). Seperti diungkapkan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restauran (PHRI) Jabar, Herman Muchtar. Menurutnya, mengapa hotel di Cirebon makin padat? salahsatunya karena potensi pintu masuk Bandara Kertajati di Majalengka yang sangat menjanjikan di mata investor. “Dulu Bandung lewat Bandara Husein Sastranegara bisa saja berubah. Untuk itu pelaku bisnis hotel harus tahu apa perkembangan dan antisipasinya,” ujarnya pada Radar Cirebon. Saat ini badan promosi pariwisata sudah ada dibeberapa daerah, khususnya yang memiliki potensi pariwisata termasuk Cirebon. Bagaimana kondsi hotel dan restauran kini? Herman menjelaskan, saat ini pertumbuhan hotel hampir tak terkendali. Awalnya dari imbauan BUMN tentang pemanfaatan lahan tidur agar dikomersilkan sehingga dibangunlah hotel. Kenyatannya saat ini persaingan tarif hotel tak seperti dulu. “Contohnya di Bandung hotel bintang lima bisa dijual Rp500 ribu, bisa dibayangkan untuk kelas hotel dibawah itu. Peningkatannya volume kamar pun naik tajam semula 11.000 kamar kini 22.000 ribu kamar,” jelas dia. Dari unit hotel tak kalah bertambah dari semula 1.500 hotel kini tercatat 2.000 hotel di Bandung (semua kelas). Gejolak ini ditambah larangan untuk mengadakan rapat di hotel yang berimbas pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Imbas lain tak kalah fantastis karena ada Rp65 triliun kredit macet di bank. Sebab, 50 persen kredit hotel dari perbankan. Sekilas masyarakat tahu okupansi hotel naik saat weekend atau libur, tanpa melihat hari biasa (weekdays). Menurutnya, jika anggaran rapat mencapai Rp18 triliun bukan berarti harus dilarang. Namun pelaku bisnis hotel harusnya mengawasi aparat pemerintah. Ada saja oknum baik dari pemerintah maupun hotel menyalahgunakan ini, misal menginap 2 malem minta dibuatkan bon untuk menginap 4 malam. “Ini sangat tidak relefan, persaingan hotel akan semakin ketat terutama lima tahun ke atas sedangkan okupansi mulai turun. Setidaknya forum PHRI bisa menyatukan komitmen untuk memajukan perhotelan,” tuturnya Herman menambahkan, ditingkat Jabar okupansi berkurang 35 persen dan diprediksi bakal turun lagi 30 persen setelah pelarangan ini. Namun pihaknya masih berupaya untuk memajukan iklim bisnis ini terutama menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Akan ada program pelatihan bagi tenaga perhotelan agar hotel memiliki standar. “Dari 2.000 hotel di Jabar baru 66 hotel yang sudah disertifikasi. Prakteknya hotel mudah sekali untuk memasang kelas bintang sesuai keinginan, padahal setiap tingkatan punya standar sendiri. Ini yang akhirnya membuat persaingan bisnis jadi kurang bagus,” pungkasnya. (tta)
Okupansi Hotel Jabar Turun 35 Persen
Rabu 10-12-2014,09:09 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :