Polemik Internal PDIP Jelang Muscab KUNINGAN - Pernyataan Rana Suparman SSos yang memberikan pembelaan terhadap H Acep Purnama MH, ditepis Nuzul Rachdy SE. Politisi yang kini menjabat wakil ketua DPC PDIP Kuningan tersebut mempertanyakan teori Rana yang menyebutkan keberhasilan seorang ketua partai tergantung sekretarisnya. “Teori apa itu tergantung sekretaris? Organisasi apa pun, tanggung jawab itu ada pada ‘jenderalnya’. Jangan menjustifikasi sepotong-sepotong dong,” tangkis pria asal Manis Kidul Jalaksana yang biasa disapa Zul itu, kemarin (11/12). Dia meminta agar jangan mengeluarkan justifikasi yang sifatnya sepotong-sepotong. Karena menurutnya, tidak bisa seorang sekretaris dijadikan ukuran keberhasilan atau kegagalan seorang ketua. Seingatnya, kewenangan seorang sekretaris itu terbatas. Kebijakan tertinggi di daerah ada pada seorang ketua selaku penanggung jawab. “Masa kalau kalah jadi tanggung jawab orang lain, sedangkan kalau menang itu jadi jasa saya. Gak benar dong kalau begitu,” sergah dia. Zul malah mempertanyakan posisi Rana Suparman yang menjadi ketua badan pemenangan pemilu. Pada tiga event pesta demokrasi terakhir, semuanya kalah saat posisi ketua badan pemenangan pemilu dijabat Rana. Ketiga event pemilu tersebut antara lain pemilihan gubernur, pemilihan presiden dan pemilihan legislatif. “Kalah semua. Apakah Rana mau cuci tangan? Apakah mau sembunyi selaku orang yang menjabat ketua badan pemenangan?” ungkap Zul dengan nada tanya. Yang jelas, lanjut politisi yang menjabat wakil ketua DPC PDIP Kuningan tersebut, semua tanggung jawab ada pada ketua. Selain itu, dia juga menilai, di organisasi apa pun jika seseorang terlalu lama menduduki salah satu jabatan akan semakin kurang baik. Apalagi dengan rentetan kekalahan terakhir. “Saya berharap beliau (Acep Purnama, red) introspeksi dan memberikan kesempatan pada kader lainnya. Presiden Soeharto saja pada saat awal menjabat kan bagus. Tapi karena terlalu lama jadi kacau,” tandasnya. Zul berharap, DPP dan DPD dalam menentukan kebijakan penyaringannya tidak terjebak oleh jumlah usulan yang diperoleh bakal calon. Karena di SK DPP No 066 dan 067 sama sekali tidak disebutkan besarnya jumlah dukungan. “Karena bagi Pak Acep yang incumbent 15 tahun dan wakil bupati, tidaklah sulit untuk mencari dukungan atau usulan sebanyak-banyaknya, baik dengan money politics, intimidasi, karantina dan lain-lain,” kata Zul. Bahkan menurutnya, yang justru tersirat dan tersurat pada SK tersebut yakni bunyi pasal 22. Di situ disebutkan, dalam penyaringan bakal calon harus dipertimbangkan pula perolehan suara pileg dan pilpres di samping hasil uji kepatutan. “Kalau pertimbangannya itu seharusnya sejak awal Pak Acep harus sudah dicoret dalam bursa pencalonan. Tapi kan ambisi seseorang gak bisa terukur. Bahkan kadang mengalahkan logika atau aturan apa pun,” ketusnya. Bicara penurunan suara kursi dari 14 menjadi 10, menurutnya yang paling bertanggung jawab ialah Acep Purnama sebagai ketua DPC. “Hanya kan Pak Acep nanti ingin berargumentasi bahwa ‘saya’ didukung penuh oleh ranting dan PAC. Makanya diporsir sekuat tenaga untuk mencari dukungan penuh. Tapi bagi saya suksesi ini kita jadikan ‘kegembiraan politik’,” sindir Zul. Sebelumnya, kepemimpinan H Acep Purnama MH selaku ketua DPC PDIP Kuningan yang dinilai gagal mendapat pembelaan dari Rana Suparman SSos. Menurut Ketua Bappilu DPC PDIP tersebut, berhasil atau gagalnya sesuatu tidak hanya dilihat dari perseorangan. Namun harus dilihat secara keseluruhan alias kerja tim. Saat mendengar adanya beberapa kader partai yang menyoal kepemimpinan Acep Purnama, dirinya mengajak untuk berpikiran objektif. Terutama menyangkut penurunan perolehan kursi serta kegagalan dalam memenangkan pasangan Jokowi-JK di Kota Kuda. “Saya kira dalam menilainya itu bukan hanya dari sisi Acep secara person, tapi berdasarkan kerja tim. Bahkan saya berani mengatakan, berhasil atau gagalnya Acep itu tergantung pendampingnya atau sekretaris partai,” kata politisi yang kini menjabat ketua DPRD tersebut. (ded)
90%
Jumat 12-12-2014,09:00 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :