BANDUNG - Modernisasi kekuatan alat utama sistem senjata (alutsista) terus dilakukan pemerintah. Kemarin (26/10), PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menandatangani kerja sama dengan Airbus Military Industry (AMI), industri pesawat terbang yang bermarkas di Sevilla, Spanyol, untuk memproduksi pesawat CN-295, di kompleks PTDI, Bandung.
”Pemerintah telah mengalokasikan USD 325 juta untuk pengadaan pesawat transport bagi TNI AU dengan pilihan CN-295,” ujar Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di hanggar CN-235 PTDI sebelum penandatanganan kerjasama tersebut. Diharapkan, pada semester I tahun 2014, akan selesai paling sedikit sembilan buah CN-295.
Pesawat CN-295 merupakan pengembangan dari pesawat CN-235 yang mampu mengangkut 71 orang penumpang dan berkapasitas 9,2 ton. Badan pesawat lebih panjang tiga meter dibandingkan CN-235 dan mesin dengan tenaga lebih besar.
Purnomo menjelaskan, kerja sama tersebut merupakan upaya revitalisasi industri pertahanan tanah air. Nantinya, industri pertahanan ini tidak hanya memproduksi alutsista, tapi juga non-alutsista, yaitu peralatan dan perlengkapan pendukung operasional. ”Pada masa Kabinet Indonesia Bersatu kedua ini, selama lima tahun dialokasikan anggaran untuk memenuhi kebutuhan pengadaan, pemeliharaan, dan perawatan alutsista sebesar Rp150 triliun,” paparnya.
Dirut PTDI Budi Santoso mengharapkan, diproduksinya CN-295 itu, kebutuhan pasar domestik baik sipil maupun militer yang membutuhkan pesawat kelas ini dapat dipenuhi. ”Kami juga berpotensi memenuhi kebutuhan alutsista senilai Rp9,23 triliun sepanjang tahun 2011 hingga 2014,” kata Budi.
Dia mengungkapkan, selama ini PTDI sudah berhasil menjual beberapa produksinya. Antara lain pesawat CN-235, NBELL-412 EP, Super PUMA NAS-332, dan C-22-400 ke Thailand. ”Kemampuan bertahan PTDI ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah untuk merevitalisasi industri pertahanan,” ujar Budi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutannya mengatakan, kerja sama yang dilakukan tersebut diharapkan bisa menjadi tonggak kebangkitan PTDI menuju masa depan yang lebih baik. Sekaligus juga menandai revitalisai industri pertahanan tanah air.
Dia menegaskan, jika alautsista bisa diproduksi di dalam negeri oleh industri pertahanan sendiri, maka wajib untuk membeli dari industri dalam negeri itu. Jika belum mampu memproduksi, misalnya pesawat F-16 atau Sukhoi, bisa dilakukan dengan membeli dari industri negara sahabat.
Kerja sama itu bisa dilakukan dengan joint operation atau investment production. ”Dengan demikian tetap ada manfaatnya bagi industri dalam negeri kita dan juga untuk tujuan alih teknologi,” katanya.
Revitalisasi industri dan modernisasi alutsista, kata SBY, adalah untuk kepentingan memertahankan kedaulatan negara. ”Kalau berbicara masalah pertahanan, saya ingin tegaskan sekali lagi bahwa bangsa Indonesia cinta damai, tetapi lebih cinta kedaulatan dan keutuhan wilayah negaranya. Kita cinta damai tetapi NKRI harga mati,” tegas SBY.
Bagi Indonesia, lanjutnya, perang merupakan jalan terakhir jika sudah tidak jalan lain. setiap perselisihan atau konflik, diutamakan solusi dengan cara damai. ”Tidak ada niatan Indonesia untuk menyerang negara lain. Tapi modernisasi dan pembangunan kekuatan ini semata-mata untuk memertahankan negara sekaligus kesiapan untuk menghadapi kontijensi dalam dunia yang penuh ketidakpastian ini,” urai SBY. (fal)