Hujan, Petani Garam Pilih Alih Profesi

Minggu 18-01-2015,09:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

MUNDU-Musim hujan tiba, para petani garam tidak lagi melakukan produksi garam. Mereka kini memilih beralih profesi jenis usaha lain. Ditambah lagi cuaca ekstrim pada tahun-tahun ini menyebabkan produksi garam para petani anjlok. Salah satu petani garam asal Kandawaru Desa Waruduwur, Sukasa mengatakan bahwa musim hujan saat ini para petani garam tidak lagi memproduksi garam. “Kalau sekarang musim hujan sudah nggak ada petani lagi yang produksi garam. Ya percuma kalau hujan produksi garam pasti gagal,”ujarnya kepada Radar, kemarin. Menurut Sukasa para petani garam musim hujan seperti saat ini beralih profesi mencari pekerjaan lain. “sekarang sudah nggak produksi garam, ya kita cari kerjaan lain. Ada yang jadi kuli bangunan, ada yang dagang, ada juga yang jadi kuli panggul garam, karena ada stok garam yang punya modal, dan macam-macam, yang penting halal. Kalau saya sendiri dagang,”ujar Sukasa. Dia mengungkapkan bahwa petani garam mulai tidak produksi garam itu sejak bulan November. “Ada yang dari November nggak garap garam ada juga dari Desember. Tergantung situasinya. Kalau kira-kira masih bisa dipanen ya Bulan Desember atau November,”ungkap Sukasa. Petani garam lainnya, Jumadi mengatakan bahwa tahun-tahun ini termasuk dalam cuaca ekstrim dan sangat mempengaruhi produksi garam. “Kalau sekarang cuacanya itu sangat ekstrim. Apalagi sekarang-sekarang ini lebih banyak musim hujannya dari pada kemarau. Tahun-tahun ini hasil panen kita sangat merosot jauh dari tahun-tahun sebelumnya. Kalau tahun sebelumnya biasanya sampai 5 ton, tahun-tahun sekarang karena cuaca ekstrim hasilnya Cuma 2 ton. Jadi kita rugi 3 ton, kan setengahnya sendiri,”ujar Jumadi. Selain cuaca ekstrim, dirinyapun dihadapkan pada harga yang tidak sesuai dengan keinginan para petani garam. “harga juga terkadang bikin kita pusing sekali. Karena kalau musim kemarau cukup panjang dimana produksi garam cukup bagus, eh malah harganya yang anjlok bisa sampai Rp300 perkilonya. Tapi kalau musim hujan terus dimana produksi kita sangat sedikit, itu justru harga tinggi sampai Rp700 perkilonya,”ujar Jumadi. Jumadi menginginkan agar ada harga standar garam supaya tidak terlalu anjlog disaat produksi garam melimpah. “saya minta sih ada standar harga garam. Jadi kalau lagi anjlog harganya nggak terlalu anjlog yang bikin kita rugi banyak,”ujar Jumadi. (den)

Tags :
Kategori :

Terkait