Pedagang Pasar Minta Penertiban Grosir

Selasa 10-02-2015,08:10 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

MAJALENGKA – Ratusan pedagang pasar tradisional Pasar Cigasong dan Pasar Kadipaten meluruk gedung DPRD Majalengka, Senin (9/2). Mereka menuntut toko Grosir sandang (UD Putra TS) yang lokasinya tepat berada di depan Pasar Cigasong ditertibkan, karena dinilai merugikan usaha para pedagang eceran lainnya. Para pedagang pasar tersebut diterima oleh Wakil Ketua DPRD Drs H Ali Surahman, Ketua Komisi A Drs H Edi Anas Djunaedi MM, Ketua Komisi B H Fuad Abdul Ajid, serta sejumlah anggota Komisi A dan B lainnya. Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ir Yoyo Sutaryo menjelaskan, toko tersebut awalnya pedagang eceran biasa. Namun lambat laun usahanya membesar hingga bisa menjadi toko sekelas grosir. Setelah menjelma jadi toko grosir, ternyata mereka juga tetap menjual eceran. “Bukanya kita  apatis terhadap persaingan usaha, tapi dalam kehidupan bernegara ada aturan mainnya. Dalam keputusan Menperin Nomor 23 Tahun 1998, di pasal 2 disebutkan pedagang besar adalah distributor utama, perkulakan, grosir, sub distributor, dan pemasok besar. Dalam pasal 6 disebutkan jika pedagang besar dilarang melakukan kegiatan sebagai pengecer,” jelasnya. Jika pedagang grosir itu masih melakukan kegiatan eceran, di pasal 12 peraturan ini disebutkan ada sanksi berupa pencabutan TDP SIUP. Atau jika mengacu pada Permendagri Nomor 70 Tahun 2013, disebutkan jika pendirian pasar tradisional dengan pusat perbelanjaan atau toko modern, wajib berpedoman pada RTRW (rencana tata ruang wilayah) dan RDTR (rencana detail tata ruang) termasuk pengaturan zonasinya. Sedangkan di Majalengka belum ada pengaturan zonasi yang mestinya diatur Perda. Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM (Disperindag KUKM) Drs Agus Permana MP menjelaskan, persoalan UD Putra TS sudah dilakukan pertemuan dan musyawarah antara kedua belah pihak. Pertemuan terakhir menghasilkan dua opsi, yakni pedagang pasar menginginkan agar UD TS Putra per bulan Maret mesti menghentikan kegiatan ecerannya serta hanya menjalankan usaha grosir. Akan tetapi pihak UD TS meminta waktu 3 tahun kedepan untuk merealisasikan opsi itu. “Bagi kami selaku pemerintah, dua duanya tidak ada yang dianakemaskan karena dua-duanya merupakan warga negara dan warga majalengka yang berhak mendapatkan pelayanan dari pemerintah. Saya kira untuk menyelesaikan hal ini mesti mengembalikan sesuatu pada tempatnya. UD mesti kembali menjadi grosir, kalau pengen membuka eceran silahkan di tempat lain,” terangnya. Dalam waktu dekat ini pihaknya akan memper­temukan perwakilan pedagang dengan pengusaha toko grosir sandang tersebut, melanjutkan pembahasan opsi yang telah hampir dicapai kesepakatan dalam pertemuan sebelumnya. “Intinya sih tinggal mencari waktunya saja. Pengusaha grosir sebetulnya sudah siap menghentikan usaha retailnya (ecerannya) tapi minta waktu tiga tahun. Ini dianggap terlalu lama oleh pedagan pasar, makanya tinggal disepakati kapan waktunya oleh kedua belah pihak. Kami hanya memfasilitasi saja,” imbuhnya. Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Maman Fatorohman menambahkan, berdasarkan data perizinan yang masuk ke pihaknya, toko grosir sandang tersebut terakhir kali mengusulkan perizinan per 5 Desember 2014. Pihaknya sudah membahas­nya dengan OPD teknis, namun karena persyaratan administrasi yang mesti diajukan belum lengkap, maka pihaknya mengembalikan berkas usulan perizinan tersebut kepada pengusaha yang bersangkutan. Sedangkan mengenai bentuk izin usaha yang telah dikantongi toko grosir sandang itu, pada tahun 2012 berbentuk perdagangan besar pakaian jadi. (azs) 

Tags :
Kategori :

Terkait