Dahlan: Saya Ambil Tanggung Jawab Ini

Sabtu 06-06-2015,09:37 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Sembilan Gardu Induk Masih Dicek, Sudah Jadi Tersangka JAKARTA- Proyek pembangunan gardu induk untuk mengatasi krisis listrik di Indonesia malah mengakibatkan Dahlan Iskan menjadi tersangka. Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan mantan Dirut PLN itu sebagai tersangka karena dianggap menyalahgunakan kewenangan sehingga menimbulkan kerugian negara dalam proyek-proyek tersebut. “Setelah mengevaluasi hasil keterangan dan pemeriksaan hari ini, kami memutuskan menetapkan Saudara Dahlan Iskan sebagai tersangka,” ucap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta M. Adi Toegarisman. Pernyataan itu disampaikan dua jam setelah Dahlan menjalani pemeriksaan kali kedua kemarin. Dahlan sempat menjalani pemeriksaan sehari sebelumnya. Terkait dengan penetapan dirinya sebagai tersangka, berikut penjelasan Dahlan Iskan: “Penetapan saya sebagai tersangka ini saya terima dengan penuh tanggung jawab. Setelah ini, saya akan mempelajari apa yang sebenarnya terjadi dengan proyek-proyek gardu induk tersebut karena sudah lebih dari tiga tahun saya tidak mengikuti perkembangannya. Saya ambil tanggung jawab ini karena sebagai KPA saya memang harus bertanggung jawab atas semua proyek itu. (selengkapnya baca surat terbuka dari Dahlan Iskan). Adi mengungkapkan, penyidik telah mengantongi dua alat bukti untuk menjerat Dahlan sebagai tersangka dalam proyek pembangunan gardu induk PLN Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Namun, dia tidak mau menyebutkan dua alat bukti tersebut. Dia hanya menjelaskan, ada dua rumusan pokok yang digunakan untuk menjerat Dahlan terkait dengan posisinya sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) saat menjabat Dirut PLN. Rumusan pertama adalah penganggaran proyek yang dilakukan secara multiyear. Penganggaran secara multiyear memang dibenarkan. Namun, menurut versi Kejati DKI, kesalahan terletak pada tanah untuk pembangunan gardu induk yang belum siap seluruhnya. “Dari 21 gardu yang akan dibangun, tanahnya yang siap dengan status milik PLN hanya empat lokasi,” jelas pejabat asal Madura itu. Rumusan kedua terkait dengan pembayaran pengerjaan proyek dengan sistem material on site. Menurut kajati, hal itu tidak bisa dibenarkan. “Itu proyek konstruksi. Harusnya pembayarannya sesuai penyelesaian proyeknya. Bukan atas pembelian barang yang dilakukan rekanan,” terang Adi. Setelah menetapkan Dahlan sebagai tersangka lewat Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) Nomor 752, Kejati langsung mencegah mantan menteri BUMN tersebut. Penyidik juga menyiapkan pemanggilan Dahlan sebagai tersangka pekan depan. Meski begitu, mantan Kapuspenkum Kejaksaan Agung itu menegaskan belum akan menahan Dahlan. Sebab, Dahlan dinilai sangat kooperatif. “Penahanan seseorang itu ada aturannya. Saat ini, penyidik merasa belum perlu menahan DI,” katanya. Dahlan memang dua kali tidak bisa memenuhi panggilan penyidik karena sejak Maret lalu berada di Amerika Serikat. Begitu tiba di Indonesia Kamis lalu, dia langsung datang ke Kejati DKI. Menurut Adi, alasan ketidakhadiran Dahlan masih bisa dibenarkan. “Kita lihat sendiri, dalam dua hari ini kan beliau kooperatif,” ujar pejabat kelahiran 28 Februari 1960 itu. Dalam proyek gardu induk tersebut, Dahlan memang menjadi KPA. Namun, kewenangan itu tidak diembannya hingga proyek tersebut tuntas. Sebab, pada 2011, Dahlan tidak lagi menjabat Dirut PLN karena diangkat menjadi menteri BUMN. Nah, posisi KPA lantas dijabat Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno. Namun, hingga kini Waryono belum dimintai pertanggungjawaban seperti halnya Dahlan. Waryono yang kini berstatus terdakwa korupsi ESDM di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya pernah diperiksa sebagai saksi untuk kasus gardu induk PLN. Selain Dahlan, proyek gardu induk tersebut telah menyeret 15 orang sebagai tersangka. Dua di antara mereka adalah pejabat pembuat komitmen (PPK). Kejati DKI Jakarta menganggap proyek gardu induk yang dianggarkan 2011-2013 itu tidak berfungsi semua sebagaimana mestinya. Proyek gardu induk tersebut sebenarnya dibangun di 21 lokasi. Namun, pada perjalanannya, pembangunan di empat lokasi dibatalkan. Jadi, proyek hanya dilakukan di 17 lokasi. Menurut Kejati DKI, lima proyek selesai dikerjakan. Sisanya dianggap bermasalah. Anehnya, meski dianggap bermasalah, belum seluruh proyek gardu induk diselidiki penyidik kejati. Adi mengakui, masih ada sembilan lokasi yang dicek. “Untuk yang sembilan gardu induk, tim penyidik masih akan turun ke lapangan,” ujar Adi Kamis malam (4/6). Penetapan Dahlan sebagai tersangka kemarin memang terkesan mendadak. Bahkan, dalam konferensi pers, Adi sempat tidak menyampaikan pasal yang dijeratkan terhadap Dahlan. Ketika ditanya wartawan, dia baru menyebutkan bahwa Dahlan dijerat pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi. Fahri: Jadi Tersangka karena Kreatif Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, dalam kasus tersebut, Dahlan menjadi korban Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Menurut dia, konstruksi UU Tipikor saat itu dibuat dengan emosi atau kemarahan akan maraknya praktik korupsi. Dengan kondisi saat ini, semua orang berpotensi menjadi tersangka. “Saya menduga, Pak Dahlan jadi tersangka karena orangnya kreatif dan UU Tipikor itu tidak ramah dengan orang kayak dia,” ungkapnya. Menurut Fahri, UU Tipikor yang diatur di Indonesia bisa jadi adalah yang paling ketat di dunia. Sebagai contoh, di Amerika saja, delik pidana terhadap praktik korupsi adalah perampokan fasilitas publik demi kepentingan pribadi. Aturan dalam UU Tipikor Indonesia dibuat lebih lengkap dan terperinci. “Kalau di kita, setiap orang melanggar hukum kan merugikan orang lain, memperkaya diri, merugikan negara, merugikan perekonomian negara. Jadi, itu disebut korupsi,” jelasnya. Dia memandang, kasus yang dialami Dahlan murni disebabkan terobosannya saat menjabat Dirut PLN. Terobosan Dahlan yang dianggap tidak sesuai dengan mekanisme telah menjeratnya sebagai tersangka. “Saya anggap, dugaan memperkaya orang lain itu karena banyak pengadaan waktu itu untuk melakukan percepatan,” ujarnya. Karena itulah, proses tersebut seharusnya menjadi pelajaran. Menurut Fahri, batas korupsi dalam UU Tipikor sebaiknya dilihat kembali. Sebab, UU Tipikor saat ini sangat mudah untuk menjerat seseorang sebagai tersangka. “UU Tipikor ini paling mudah bagi penegak hukum untuk menjerat orang. Saya tidak membela siapa-siapa, tapi me-warning,” tandasnya. (gun/bay/c5)

Tags :
Kategori :

Terkait