7 Tahun, Luka di Mata Kurdi Tak Kunjung Sembuh

Senin 08-06-2015,10:00 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

ASTANAJAPURA – Sejak tujuh tahun lalu, Kurdi (55) harus menahan sakit luka di mata sebelah kanannya. Bahkan, lukanya semakin melebar lantaran tidak ditangani dengan baik, akibat tidak memiliki biaya untuk berobat. Awalnya, pria paruh baya ini mengalami luka di sekitar mata karena tertimpa gerobak yang membawa 200 ikat rambutan saat mendorong di tanjakan rel kereta api Rajawali, Jakarta. Kemudian, luka itu menimbulkan benjolan seperti tahi lalat. Karena gatal, luka itu ia cukil sehingga menimbulkan luka yang lebih besar. “Sempat ditawari oleh majikan saya untuk operasi secara gratis. Tapi, karena tidak ada biaya untuk bolak-balik keluarga yang menjaga di rumah sakit, ia memilih untuk tidak dioperasi,” ucapnya, saat ditemui Radar di kediamannya yang terletak di Blok Pahing RT 01/ RW 06 Desa Japura Kidul, Kecamatan Astanajapura, kemarin. Lambat laun, luka di matanya semakin besar dan sampai menutupi sebagian rahang bagian atas hingga hidung sebelah kanan dan diduga gejala kanker. “Saya berobat hanya di dokter umum saja dan diberi obat antibiotik,” katanya. Bapak empat anak ini memilih dokter umum, karena tidak adanya biaya untuk berobat ke rumah sakit. Ditambah, minimnya informasi mengenai jaminan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah, sehingga luka itu dibiarkan terbuka. Bahkan, demi memenuhi kebutuhan hidup, dia rela bekerja sebagai kuli di penggilingan padi dengan luka yang terbuka, sehingga terpaan debu dan kuman menambah parah luka. “Sekali berobat Rp20 ribu sampai dengan Rp30 ribu, sementara penghasilan harian saya tidak jauh dari Rp30 ribu,” ungkapnya. Dikatakan, walau luka di matanya semakin parah, tapi mata masih berfungsi untuk melihat, meski remang-remang. Malah, mata sebelah kiri yang terlihat utuh, sudah tidak berfungsi untuk melihat. “Saya masih bisa melihat walau lukanya cukup besar. Bahkan, tidak terasa sakit,” katanya. Akibat sakit ini, Kurdi terpaksa menganggur, dia mengandalkan Era (50) dan M Anton (20) anaknya yang menjadi tulang punggung keluarga. Era bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan yang tak menentu, sementara M Anton berjualan piscok di Jakarta. Tapi, sekarang ini M Anton sedang tidak berjualan lantaran sakit. “Saya sudah beberapa hari tidak berjualan karena terjangkit gejala paru-paru, kemarin habis berobat dengan biaya Rp1 juta lebih,” ungkap Anton. Didampingi Babinkamtibmas Desa Japura Kidul Marjono dan Kepala Blok Pahing As’ari, Kurdi ditawari berobat ke rumah sakit dengan mengandalkan kartu Jamkesmas yang nanti akan didaftarkan ke BPJS Kesehatan terlebih dahulu. “Kami dari pemerintah desa, sudah menawarkan berkali-kali ke Pak Kurdi untuk berobat ke rumah sakit, tapi pihak keluarga masih ragu, dengan alasan biaya akomodasi. Sebab, untuk menangani mata Pak Kurdi harus ditangani rumah sakit khusus mata Cicendo Bandung,” ucap As’ari. Pihaknya berharap, itikad baik dari pemerintah desa ini cepat atau lambat bisa direspons positif oleh keluarga Kurdi, sehingga luka yang diderita bisa sembuh. “Mudah-mudahan beliau mau ditangani medis secara serius,” pungkasnya. (jun)

Tags :
Kategori :

Terkait