Desa Belawa, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, punya spesies langka. Kura-kura Belawa. Itulah namanya. Jika tak mendapat perhatian serius dari pemerintah, spesies langka ini bisa punah. Saat ini, praktis yang peduli terhadap penangkaran atau pengembangbiakan ini hanya dilakukan oleh satu orang. Pria itu bernama Kusna (65). “Kalau dari pemerintah dari dinas perikanan, itu hanya ngasih upah Rp200 ribu per bulan sama Rp500 ribu buat pakan kura-kura,” ujar Kusna saat ditemui Radar Cirebon, kemarin. Uang Rp500 ribu, kata dia, tidak mencukupi untuk membeli pakan selama satu bulan. Dia kadang harus menutupi pembelian pakan dengan uang upahnya. “Paling kalau ada tambahan dari tiket masuk, itu pun kalau lagi ramai tempatnya. Biasanya setahun sekali pas lebaran ramainya,” katanya. Kura-kura Belawa termasuk spesies yang langka dan unik. Begitu pun dengan cara pengembangbiakannya. Sejauh ini tak banyak yang tahu ilmu pengembangbiakan kura-kura ini. Dan karena belum ada dokter ahli kura-kura di Cirebon, membuat Kusna juga kesulitan ketika harus menghadapi banyaknya kura-kura yang mati ketika sudah dilepas di kolam. “Sayangnya di Cirebon gak ada dokter hewan yang ahli kura-kura, jadi tidak diketahui penyebab kematian masal kura-kura belawa,” ucapnya. Andaikata, lanjut dia, ada dokter ahli kura-kura niscaya bisa diketahui kenapa bisa terjadi matinya kura-kura belawa. Di balik itu pula, ada mitos atau dongeng yang sebenarnya bisa menjadi nilai daya tarik wisata. Namun karena meninggalnya para sesepuh di kampung itu, sejarah keberadaaan kura-kura belawa hampir tidak diketahui oleh warga setempat. Masyarakat sepakat kura-kura tersebut memiliki mitos tersendiri. Seperti halnya mitos soal kura-kura yang tidak pernah punah walaupun sudah habis akibat mati secara masal. Ada juga kura-kura putih yang dipercayai berada dalam sumur pamuruyan atau pengasihan. Konon jika melihat kura-kura putih dalam sumur itu, segala keinginan bisa terkabul. “Sejarah sudah tidak ada yang tahu, orang tua juga sudah banyak yang meninggal. Tapi setahu saya, kura-kura sudah ada sejak zaman dulu nenek moyang turun-temurun,” kata Kusna. Apakah ada kaitan dengan zaman wali, Kusna juga tidak bisa menjawabnya. “Mungkin ada, karena Pangeran Kasepuhan pernah berkunjung ke sini,” ucapnya menebak. Hanya saja, seingatnya, dulu kura-kura Belawa sendiri pernah hampir punah. Hal itu terjadi saat penjajahan Jepang. Tentara Jepang menurut cerita orang tua Kusna, memakan daging kura-kura tersebut. “Zaman Jepang kalau menurut orang tua pernah habis dimakanin sama tentara Jepang, tapi masih tetap ada aja kura-kuranya,” cerita Kusna. Bahkan ada cerita lagi, pada tahun 2010. Saat itu, pemerintah melakukan upaya pengawetan bangkai kura-kura Belawa yang sudah mati di kolam objek wisata Belawa. Namun tiba-tiba saja, setelah kolam dikeringkan dan diiisi lagi dengan air, ada seekor kura-kura yang masih hidup. “Dulu mah banyak sampai ribuan, tapi sayang banyak tangan-tangan jahil yang gak ketahan,” terka Nadi (60), warga sekitar menjawab pertanyaan wartawan koran ini soal berkurangnya jumlah kura-kura di Desa Belawa. Pengelolaan objek wisata Belawa sendiri tak jelas juntrungannya. Kusna menyebutkan hanya ada dua orang yang mengelola situs itu. Pertama satu orang yang mengurus urusan ke pemerintah daerah. Sedangkan dirinya yang fokus mengurusi penangkaran kura-kura. Dalam setahun melalui tangan Kusna lebih dari ratusan kura-kura dikembangbiakan. (jml)
Merawat Spesies Langka dari Belawa
Sabtu 13-06-2015,09:22 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :