Pantau Hilal di 33 Provinsi

Selasa 16-06-2015,09:13 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Jika Hilal Terlihat Berarti Mulai Puasa 17 Juni, Jika Tak Terlihat Puasa 18 Juni JAKARTA- Sidang isbat penetapan 1 Ramadan digelar Kementerian Agama (Kemenag) petang nanti (16/6). Meski hilal berpotensi besar tidak terlihat petang nanti, Kemenag tetap menyebar tim rukyat di seluruh penjuru Indonesia, yakni di 33 provinsi. Direktur Jenderal (Dirjen) Bimas Islam Kemenag, Machasin, mengatakan, tidak ada perubahan signifikan lokasi titik pantau hilal. Di wilayah DKI Jakarta misalnya, titik pantau “bulan muda” dilaksanakan di beberapa titik. Seperti di kantor wilayah (Kanwil) Kemenag DKI Jakarta, Pulau Karya di gugusan Kepulauan Seribu, dan di Masjid Al-Musyari’in, Jakarta Barat. Sementara di wilayah Jawa Timur, lokasi rukyat di antaranya ada di Tanjung Kodok, Paciran, Lamongan. Selain itu juga dilaksanakan rukyat di menara masjid Agung Surabaya, pantai Bawean Gresik, dan di Pantai Serang Kabupaten Blitar. Machasin mengatakan, meski beredar kabar bahwa petang nanti hilal tidak akan terlihat saat dipantau, proses rukyat tetap dijalankan secara serius dan sesuai prosedur. Jika memang nanti dari seluruh titik pantau rukyat tidak ada yang melihat hilal, keputusan sidang isbat mengatakan apa adanya. “Jika petang nanti hilal tidak terlihat, berarti masyarakat mulai berpuasa Kamis (18 Juni, red),” kata dia. Dengan kata lain, masyarakat mulai menjalankan salat tarawih Rabu malam (17 Juni). Tetapi jika nanti malam ada laporan titik pantau ada yang melihat hilal, berarti besok (17 Juni) sudah 1 Ramadan atau awal puasa. Machasin mengatakan sebagai unsur pemerintah, tetapi menunggu keputusan hasil sidang isbat malam nanti. DAHULUKAN IBADAH PUASA Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengingatkan selama bulan puasa aktivitas belajar di sekolah tidak boleh berhenti total. Meski begitu, ibadah puasa siswa harus menjadi prioritas. Sekolah tetap diberi keleluasaan menyelenggarakan kegiatan ekstrakurikuler seperti pondok Ramadan. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar (Dirjen Dikdas) Kemendikbud Hamid Muhammad mengatakan Kemendikbud secara resmi memang tidak mengeluarkan surat edaran resmi terkait proses belajar-mengajar selama bulan puasa. “Pihak sekolah, pemda, atau komite sekolah silakan mengatur sendiri-sendiri,” katanya di Jakarta kemarin. Mantan Dirjen Pendidikan Menengah (Dikmen) Kemendikbud itu menuturkan, Kemendikbud tidak akan mengatur secara teknis kegiatan belajar-mengajar sampai di tingkat sekolah. Hamid menuturkan, sekolah diberi kebebasan apakah tetap fokus pada proses pembelajaran seperti biasa. Atau lebih cenderung memperbanyak kegiatan rohani melalui pondok Ramadan atau pesantren di sekolah. “Yang penting selama bulan Ramadan, ibadah puasa harus didahulukan,” kata dia. Sekolah harus mempertimbangan, kegiatan belajar-mengajar jangan sampai memperberat siswa yang sedang menjalankan ibadah puasa. Secara pribadi, Hamid menganjurkan kegiatan-kegiatan keagamaan porsinya diperbanyak selama bulan puasa ini. Pada pekan pertama hingga kedua bulan puasa, kebanyakan siswa masih dalam masa libur jeda tahun ajaran baru. Hamid mengatakan rata-rata sekolah efektif menjalankan kegiatan belajar-mengajar 2015/2016 pertengahan Juli nanti. Sehingga tidak menutup kemungkinan sekolah menambah libur sekolah. Sehingga siswa baru masuk sekolah setelah Lebaran nanti. “Tapi bisa juga ada sekolah yang sudah efektif belajar sebelum Lebaran,” kata Hamid. Dia mengatakan jadwal dimulainya tahun ajaran baru juga menjadi kewenangan dinas pendidikan kabupaten/kota. Sehingga, di setiap daerah bisa berbeda-beda. Di wilayah DKI Jakarta misalnya, siswa SD umumnya sudah mulai efektif 7 Juli. Sementara di wilayah Bogor, Jawa Barat, kegiatan orientasi siswa baru jenjang SMP dimulai 13 Juli atau sekitar sepekan sebelum Lebaran. Sementara itu di wilayah Tangerang Selatan, Banten, kegiatan sekolah efektif baru dimulai 27 Juli atau seminggu setelah lebaran. Hamid menegaskan kembali, jika sekolah mulai aktif belajar sebelum Lebaran, ibadah puasa siswa harus menjadi prioritas. Hamid juga mengingatkan bagi sekolah yang memperbanyak porsi kegiatan ekstrakurikuler, memiliki tanggung jawab menuntaskan beban kurikulum atau materi pelajaran. Dia menegaskan bahwa materi pelajaran tetap harus tuntas diajarkan kepada siswa. Jika waktu belajar banyak yang terpotong saat bulan puasa, bisa diganti setelah Lebaran. (wan/end)

Tags :
Kategori :

Terkait