Tolak TNGC Jadi Tahura

Kamis 02-07-2015,09:00 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

  Forum Kemitraan Desak DPRD Kondusifkan Kisruh Ciremai KUNINGAN – Usulan perubahan status Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) menjadi Tahura (Taman Hutan Raya) mendapat penyikapan dari salah satu elemen masyarakat yang mengatasnamakan Forum Kemitraan Kawasan Gunung Ciremai. Forum tersebut menolak keras lantaran status TNGC telah diproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Sesungguhnya, dengan status TNGC, sudah terbuka peluang bagi masyarakat untuk akses dalam pemanfaatan kawasan untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonominya. Masyarakat masih bisa memungut hasil tanaman buah-buahan yang sudah ada di dalam kawasan,” ujar Ketua Forum Kemitraan Kawasan Gunung Ciremai, Sanusi Wijaya K saat mendatangi kantor Radar Kuningan, kemarin (1/7). Selain itu, lanjut dia, secara perlahan keberadaan TNGC telah memperbaiki fungsi hutan Gunung Ciremai sebagai pengatur tata air. Seperti menambah banyaknya debit air atau mengalirnya kembali mata air yang sempat kering. Untuk Tahura, Sanusi menjelaskan, adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. “Tahura ini pengelolaannya sama dengan kawasan konservasi lainnya, yaitu pembebasan aktivitas pihak luar di dalam kawasan. Sehingga, tuntutan untuk mengubah TNGC menjadi Tahura kurang relevan karena sebenarnya tidak ada perbedaan antara Tahura dan Taman Nasional secara aturan,” paparnya. Bahkan, sambung dia, apabila dilihat dari kemungkinan akses masyarakat justru Tahura lebih sempit ketimbang Taman Nasional (TN). Di Tahura, kata dia, tidak ada pola kolaborasi dengan masyarakat serta pengelolaannya tidak mengenal sistem zonasi. Dia menegaskan, menanam sayuran di kawasan hutan bukanlah merupakan bagian dari program PHBM (pengelolaan hutan bersama masyarakat). Sebab, bertentangan dengan visi PHBM itu sendiri, yakni hutan lestari masyarakat sejahtera. Dikatakan, sayuran bukan komoditas kehutanan. Sehingga, jangankan di kawasan konservasi, di lahan produksi pun yang fungsinya sebagai hutan, apalagi kondisinya curam, menanam sayuran tidak dibenarkan. “Kepada instansi, baik Pemkab Kuningan maupun Majalengka, serta Pemprov Jabar, kami memberi masukan, atas dasar pertimbangan bahwa masyarakat sekitar TNGC merupakan bagian komponen warga Kuningan, Majalengka maupun Jabar. Maka sangatlah wajar apabila upaya-upaya pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat dan upaya perlindungan kawasannya menjadi tanggungjawab pemerintah,” kata dia. Ini karena jasa kawasan berupa sumber mata air, keindahan alam untuk wisata, dan kesegaran udara sudah sangat bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakatnya. Tanggungjawab tersebut hendaknya diwujudkan dalam bentuk program, bantuan langsung atau berbentuk fasilitas sosial ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan. “Itu sebagai penghargaan balik (reward) atas manfaat kawasan yang telah diterima oleh pemerintah dan masyarakat,” ucapnya. DPRD, tambah dia, hendaknya turut menjaga kondisi sosial politik yang kondusif di daerah terkait isu TNGC. Masyarakat perlu diberikan pencerahan informasi secara proporsional tentang fungsi, peran dan manfaat kawasan konservasi dalam rangka mendukung kabupaten konservasi serta mewujudkan target 45 persen wilayah Jabar berfungsi lindung. “Kepada balai TNGC, kami memberikan masukan agar upaya-upaya pendekatan terhadap masyarakat untuk meningkatkan sosial ekonominya, termasuk membuka akses masyarakat di kawasan yang selama ini dilaksanakan perlu lebih ditingkatkan lagi,” paparnya. Intensitas, kuantitas dan kualitas komunikasi, antara petugas BTNGC dengan masyarakat, kata dia, perlu ditingkatkan sehingga kesan eksklusif BTNGC di mata masyarakat berkurang. Pola pikir BTNGC agar lebih akomodatif dalam memberikan akses kepada masyarakat dalam pemanfaatan potensi kawasan untuk kebutuhan sosial ekonomi sesuai peraturan, perlu dibuka. “Menanam buah-buahan dengan pola hutan campuran yang selama ini telah dilakukan sebagian masyarakat sudah sangat mendukung fungsi konservasi TNGC karena secara fisik kawasan tersebut sudah menjadi hutan campuran, bukan ladang sayuran,” pungkasnya. (ded)

Tags :
Kategori :

Terkait