Rupiah Kian Lemah, Impor Makin Mahal JAKARTA- Era harga minyak murah sepertinya kian di depan mata. Namun, era dolar mahal juga terus membayangi. Pemerintah pun mulai mengkalkulasi kembali harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium dan solar. Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan, harga keekonomian BBM memang sangat terkait erat dengan dua faktor utama, yakni harga minyak mentah dunia dan kurs atau nilai tukar rupiah yang kini berfluktuasi tajam. “Nanti kita hitung, 1 Agustus akan ada ketentuan lebih lanjut,” ujarnya usai rapat di Kantor Presiden sore kemarin (23/7). Pemerintah memang terus memonitor harga minyak dan kurs rupiah yang dalam beberapa hari ini bergerak liar. Untuk harga minyak, setelah sempat naik turun di kisaran psikologis USD 50 per barel, kemarin harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) mulai nyaman bergerak di bawah USD 50 per barel dan ditutup di posisi USD 49,3 per barel. Sementara itu, depresiasi rupiah terlihat kian tajam. Data Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis BI kemarin menunjukkan rupiah sudah terseret ke level 13.394 per dolar AS (USD), mencetak rekor terlemah baru sepanjang tahun ini. Di pasar spot, rupiah sudah melemah lebih tajam. Data Bloomberg menunjukkan, kemarin rupiah sudah diperdagangkan di level 13.420 per USD, melemah 45 poin atau 0,34 persen dibanding penutupan sehari sebelumnya. Dari 13 mata uang utama di kawasan Asia Pasifik, hanya yen Jepang yang berhasil mencatat penguatan, sedangkan 12 lainnya keok melawan dolar. Sofyan mengatakan, turunnya harga minyak dunia dan melemahnya rupiah memang saling mengkompensasi. Turunnya harga minyak membuat BBM makin murah, namun melemahnya rupiah membuat BBM kian mahal karena Indonesia harus mengimpornya. “Makanya nanti kita lihat lebih cermat,” katanya. Karena itu, Sofyan pun tidak berani menjamin pemerintah akan menurunkan harga BBM jenis premium dan solar meski harga minyak terus melemah. Yang jelas, dia menyebut jika pemerintah akan mengevaluasi harga BBM setiap satu bulan sekali. “Mekanismenya kan seperti itu,” ucapnya. Selain itu, Sofyan menyatakan jika pemerintah juga akan memikirkan nasib Pertamina yang sempat menanggung rugi karena tidak diizinkan menaikkan harga BBM saat harga minyak naik pada periode Mei-Juni lalu. “Jadi istilahnya kita berutang ke Pertamina,” ujarnya. Berdasar pernyataan Direktur Keuangan PT Pertamina Arif Budiman, Pertamina memang harus menanggung rugi saat menjual BBM premium dan solar di bawah harga keekonomian saat harga minyak mentah dunia naik beberapa waktu lalu. “Angka (kerugian) nya ratusan juta dolar,” katanya. Sementara itu, pelemahan tajam rupiah dalam dua hari terakhir kemungkinan masih akan berlanjut. Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Fauzi Ichsan mengatakan, saat ini hampir semua mata uang global memang tertekan oleh USD. “Jadi kalau pelemahannya sejalan dengan mata uang regional, masih bisa dimengerti,” ucapnya. Menurut mantan ekonom senior Standard Chartered Bank itu, pelemahan rupiah saat ini memang lebih disebabkan sentimen eksternal, seperti kian kuatnya sinyal kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed), serta masih adanya ketidakpastian situasi Yunani maupun potensi gejolak pasar modal Tiongkok. “(pelemahan kurs) ini memang gejala global,” jelasnya. (owi)
Tentukan Harga BBM 1 Agustus
Jumat 24-07-2015,09:14 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :