Warga Tanya Makna Kuda Kubangdeleg

Selasa 17-01-2012,03:57 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

KARANGWARENG - Jika ingin bepergian menuju Ciledug menggunakan jalur Lemahabang-Pabuaran, pengguna jalan akan tercengang ketika melintas di Desa Kubangdeleg, Kecamatan Karangwareng. Karena di dua titik batas desa, mereka pasti menemukan tugu selamat datang dengan simbol patung kuda berwarna keemasan. Dari pantauan Radar di lapangan, kemarin (16/1), kedua patung kuda itu terletak sisi batas desa sebelah barat dan timur dengan posisi berada di sebelah selatan jalan. Yang menarik, kehadiran patung ini memunculkan pertanyaan di benak masyarakat mengenai makna yang sebenarnya dari kedua patung tersebut. Pasalnya, jika dikaitkan dengan letak geografis dan administrasi, Desa Kubangdeleg merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Cirebon, sementara yang memiliki lambang kuda adalah Kabupaten Kuningan. Ketika dikonfirmasi, Kuwu Kubangdeleg, H Richyadi SIP MM SDM mengatakan bahwa kuda yang terdapat pada tugu selamat datang merupakan bentuk simbolisasi penjaga desa, karena dalam catatan sejarah dan mitos Desa Kubangdeleg menyebutkan yang melidungi desanya adalah Kuda Pawana dengan bekas peninggalan rekan jejaknya adalah lebak pawana yang mengitari seluruh desa. “Jadi, patung kuda ini adalah Kuda Pawana yang kami simbolkan sebagai penjaga desa dengan dasar dari catatan sejarah desa kami,” katanya. Dijelaskan, konon Kuda Pawana adalah jelmaan dari Pangeran Muhammad (sesepuh Desa Kubangdeleg) yang menggunakan baju hikmah dalam menjaga masyarakat Desa Kubangdeleg. “Bahkan, menurut mitos jika ada warga kami yang memelihara kuda, maka kuda tersebut akan mati karena para sesepuh yang terdahulu yang sudah wafat tidak rela. Kuda hanya boleh dimiliki oleh Pangeran Muhammad yang semasa hidupnya menjadi pemimpin desa ini selalu menjaga desa dengan berkeliling menggunakan kuda,” jelasnya. Diakui, selama pembuatan patung kuda di tugu selamat datang, banyak pihak yang menentangnya, baik dari internal desa Kubangdeleg ataupun pihak luar, karena dinilai bertentangan dengan lambang Kabupaten Cirebon dan kuda sudah dimiliki oleh Kabupaten Kuningan. Namun, karena dirinya punya dasar sejarah yang kuat, pembangunan tersebut tetap dilanjutkan hingga sekarang berdiri dengan kokoh. “Kita juga tidak akan gegabah untuk membuat suatu simbol kalau tidak punya dasar yang kuat,” ucapnya. Namun demikian, pihaknya tidak mempermasalahkan soal protes itu. Richyadi lebih menganggap bahwa protes tersebut sebagai bentuk kepedulian masyarakat akan perkembangan budaya di wilayah Kabupaten Cirebon khususnya desa Kubangdeleg, karena sebelumnya ia sudah melakukan sosialisasi dengan cara diskusi dengan masyarakat. (jun)

Tags :
Kategori :

Terkait