Ambruknya SDN Cikidang II Bukan Bencana Alam

Kamis 03-09-2015,16:20 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Bangunan dan Pondasi Tidak Solid MAJALENGKA - Tragedi robohnya gedung SDN Cikidang II Kecamatan Bantarujeg dipastikan bukan merupakan peristiwa yang disebabkan bencana alam. Hal itu disampaikan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Majalengka Tatang Rahmat SH melalui Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wawan Sarwanto ST MH. “Kami pastikan itu bukan bencana alam, karena dari hasil observasi langsung kita di lapangan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan peristiwa tersebut karena faktor alam. Diduga penyebabnya karena faktor ketidaksesuaian konstruksi bangunan,” ujar Wawan, kemarin (2/9). Menurutnya, ciri-ciri khusus jika peristiwa robohnya bangunan diakibatkan bencana alam biasanya disertai longsor, pergerakan tanah, maupun faktor alam lainnya. Sedangkan di lokasi kejadian, pihaknya tidak menemukan tanda-tanda bencana alam dalam radius belasan meter dari lokasi tersebut. Dengan demikian, pihaknya tidak akan mendatangkan badan geologi untuk mendeteksi kondisi tanah. Berbeda dengan peristiwa robohnya banguan sekolah SMPN 7 Majalengka tahun lalu, dimana di sekitarnya terdapat retakan dan amblesan tanah sehingga perlu penelitian geologi untuk memastikan kestabilan struktur tanah. Pihaknya menyimpulkan kejadian tersebut akibat kondisi pondasi bangunan yang tidak kuat, karena bangunan ruang kelas tersebut berdiri di atas pondasi lama yang menggunakan pondasi rollag bata merah. Pada saat rehabilitasi ruang kelas tahun 2011, pihak pelaksana diduga tidak membongkar pondasi lama tetapi hanya menyuntikan sloof beton di atas pondasi rollag bata merah tanpa mengikatkan pada pondasi batu. “Bahkan sepertinya tidak dibuat beton cakar ayam. Akibat terpisahnya antara badan bangunan dengan pondasi, maka secara langsung beban berat badan bangunan yang tidak mengikat atau menyatu dengan pondasinya lama kelamaan akan terlepas. Akhirnya bangunan sekolah tersebut ambruk,” paparnya. Sementara itu, penanganan darurat kegiatan belajar mengajar (KBM) bagi 27 siswa dari 3 kelas di sekolah tersebut untuk sementara dilakukan di ruang perpustakaan, serta meminjam gedung madrasah di sekitar lokasi terdekat. Sehingga KBM siswa bisa terus berlanjut dan tidak terganggu dengan tragedi ambruknya ruang kelas mereka. “Kami juga menyarankan kepada Dinas Pendidikan, apabila akan dilakukan pembangunan ruang kelas baru sebaiknya tidak menggunakan lokasi awal. Mengingat lokasi tersebut berbatasan dengan tanah yang kondisinya curam. Misalnya bisa menggunakan halaman sekolah yang berhadapan dengan ruang kelas lain yang kondisi tanahnya relatif datar dan strukturnya lebih kuat,” imbuh Wawan. (azs)

Tags :
Kategori :

Terkait