Gedung Dewan Jadi “Pengungsian”

Kamis 19-01-2012,02:30 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Muspida-Perhutani Capai Kata Sepakat INDRAMAYU – Hari ketiga aksi demo yang dilakukan petani hutan masih berlanjut, Rabu (18/1). Bahkan, gedung dewan sudah mirip pengungsian. Di setiap sudut tampak kerumunan warga, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak yang mereka bawa. Ada yang tertidur pulas karena kecapaian, ada yang duduk-duduk di lantai, di bawah pohon, di taman depan gedung, dan di setiap sudut halaman gedung DPRD. Aroma tak sedap juga sangat terasa, karena mereka memang sudah dua hari tidak ganti pakaian bahkan mungkin tidak mandi. Beberapa orang terlihat mencuci pakaian di kolam taman yang ada di depan gedung dewan. Jemuran pakaian pun terlihat di mana-mana, terutama di atas tanaman bunga. Sejumlah warga bahkan mengaku sakit, dari sakit kepala hingga sakit perut. Tak heran petugas atau koordinator aksi terlihat sibuk membagikan obat-obatan. “Terus terang saya sudah capek, pak. Tapi saya juga ingin ada kepastian soal nasib kami para petani. Kami menolak tanaman Jabon,” ungkap salah seorang warga yang mengaku bernama Rasta. Sementara di ruang ketua DPRD, sejumlah pihak terus melakukan pertemuan guna menyelesaikan masalah ini. Tampak Wakil Bupati Drs H Supendi MSi, Kapolres AKBP Golkar Pangarso, Dandim 0616 Letkol Arh Hari Arif Wibowo, Kabag Hukum Maman Kostaman SH MM, dan Kasat Pol PP Dedi Suhendi SSos. Sementara dari DPRD Indramayu diwakili Wakil Ketua DPRD Drs H Abdullah Thohir, Ketua Komisi B Wahyudi, Dalam SH KN dari Komisi A, dan beberapa anggota lainnya. Dari pihak Perhutani hadir Administratur Perhutani KPH Indramayu, Amas Wijaya SHut. Sedangkan dari perwakilan massa diwakili oleh Ali Sahali, Abdul Rojak, Abdul Kholik, dan Nanang. Dari hasil pembicaraan, akhirnya berhasil dicapai kesepakatan antara Muspida Kabupaten Indramayu dengan Perhutani KPH Indramayu. Isi kesepakatan tersebut yaitu menampung dan menyampaikan tuntutan masyarakat penggarap kepada Menteri Kehutanan Republik Indonesia di Jakarta. Tuntutan tersebut adalah untuk menunda penanaman Jabon, dan masyarakat diperkenankan untuk menanam padi dan tanaman kayu putih di lokasi petak 4,9,10,11,12 dan 13 RPH Sukaslamet II, BKPH Plosokerep, KPH Indramayu, Desa Kroya Kecamatan Kroya Kabupaten Indramayu. Tuntutan tersebut diharapkan dapat dipertimbangkan sebagai bahan kebijakan oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia dalam menyikapi keinginan masyarakat penggarap. Juga meminta kepada masyarakat penggarap dan elemen-elemen masyarakat yang melakukan tuntutan untuk membubarkan diri dan kembali ke tempat masing-masing dengan tertib dan damai. Hasil kesepakatan tersebut langsung dibacakan oleh Ketua Komisi B DPRD Indramayu, Wahyudi. Mendapat penjelasan dari Wahyudi, warga langsung bersorak gembira untuk kemudian membubarkan diri. Dengan menggunakan puluhan truk, mereka kembali ke tempat masing-masing. Di tempat terpisah, Kepala Biro Perlindungan SDH Unit III Jabar Banten, Ir NP Adnyana MM menjelaskan, keberadaan hutan itu harus disesuaikan dengan fungsinya. Di Kabupaten Indramayu, ada dua kelas hutan sesuai fungsinya. Yaitu hutan tanaman jati dan hutan kayu putih (kelas perusahaan). Dijelaskannya, untuk hutan kayu putih di mana ada tumpangsari, luasnya mencapai 6.533,23 hektare. Di samping itu, masih ada kayu putih di kelas perusahaan jati seluas 4.855,72 hektare. “Jadi perlu dijelaskan bahwa luas lahan tanaman Jabon yang merupakan uji coba hanya 43,9 hektare, dan ini bekerjasama dengan Lambaga Masyarakat Desa Hutan,” terang Adnyana. (oet)

Tags :
Kategori :

Terkait