Azis Pastikan Tak Ganti Sekda

Kamis 10-09-2015,18:04 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

BK-Diklat: Mutasi Eselon II Tidak Bisa Dilakukan, Kecuali Pada Tahun 2017 KEJAKSAN - Isu tentang pergantian Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cirebon mengemuka beberapa hari terakhir. Namun demikian, kabar itu dibantah keras oleh Walikota Drs Nasrudin Azis SH melalui orang dekatnya, R Subagja. Dia memastikan tidak ada pergantian sekda. Justru, informasi itu membuat kekhawatiran hubungan Azis dengan sekda menjadi renggang. “Saya sudah bertanya ke bapak (Walikota Azis), jawabannya tidak benar. Justru bapak khawatir hal ini mengganggu hubungan baik dengan sekda dan jajaran SKPD,” ucapnya kepada Radar, Rabu (9/9). Nasrudin Azis, ujarnya, menginginkan SKPD yang solid dan mampu bekerja dengan baik. Dalam istilah pertandingan sepak bola, lanjutnya, para pejabat yang memimpin SKPD adalah mereka yang dianggap masuk kualifikasi tim impian. Namun, posisi tim impian itu belum direalisasikan dalam mutasi terdekat. Pria yang juga dipercaya menjadi kepala rumah tangga rumah kediaman resmi Walikota Azis ini menegaskan, mutasi terdekat hanya mengisi kekosongan saja. “Jangan sampai mengganggu stabilitas kota dengan isu pergantian sekda. Para SKPD sudah bekerja, dengan isu mutasi saja mereka cemas, apalagi pergantian sekda. Ini perlu diluruskan agar tidak mengganggu hubungan yang ada,” paparnya. Sementara, pengamat pemerintahan Agus Dimyati SH MH mengatakan, dalam perjalanan pemilihan sekda Pemkot Cirebon pasca sekda saat itu Drs Hasanudin Manap MM pensiun, ada beberapa nama yang diusulkan oleh pasangan Ano-Azis. Yakni Dr H Wahyo MPd, Drs H Arman Surahman MSi dan Drs Asep Dedi MSi. Dari ketiganya, Agus mendapatkan informasi nama Arman Surahman paling berpeluang. Hanya saja, saat itu Nasrudin Azis yang masih menjabat sebagai Wakil Walikota (Wawali) ngotot ingin Asep Dedi yang menjadi sekda. Bahkan, informasi lain menyebutkan orang dekat Nasrudin Azis turut melakukan lobi-lobi kepada beberapa pihak agar mendukung rencana Asep Dedi menjadi sekda. Setelah Wahyo dan Arman dinyatakan gugur karena mendekati masa pensiun (saat itu belum berlaku UU ASN), akhirnya Asep Dedi disandingkan dengan Ir Vicky Sunarya dan Dra Deane Dewi Ratih MM. Dari ketiganya, nama Asep Dedi lolos sebagai sekda. “Azis harus ingat perjalanan panjang kebersamaan mereka. Kalau ada persoalan dapat dikomunikasikan. Mengganti sekda tidak menyelesaikan masalah. Karena persoalan ada di tingkat SKPD,” ujarnya. Meski demikian, lanjutnya, Azis memiliki kewenangan melakukan perombakan di tubuh Pemkot Cirebon. Hanya saja, aturan dalam era ASN mewajibkan adanya semacam lelang terbuka melalui Panitia Seleksi (Pansel) yang dibentuk Pemkot Cirebon atas persetujuan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Saat ini, berdasarkan data yang dihimpunnya, belum ada pejabat eselon dua yang akan pensiun dalam waktu dekat. “Tahun 2017 ada delapan pejabat eselon dua yang pensiun. Proses pemilihan harus lelang terbuka dan melalui pansel. Kalau proses janggal, KASN bisa membatalkan,” jelasnya. Terlebih untuk posisi sekelas sekda. Proses lelang terbuka dan perjalanan panjang harus dilalui Pemkot Cirebon secara bertahap. Mulai dari ajuan ke Provinsi Jawa Barat hingga Kementerian Dalam Negeri. Karena itu, Agus Dimyati yakin Walikota Azis tidak akan melakukan tindakan gegabah dengan mengganti sekda. Sebab, konstelasi atau tatanan pemerintahan dipastikan akan mengalami kekacauan. “Lebih baik mengurai satu persatu masalah yang ada dan mencari solusi bersama,” ujarnya. Hal senada disampaikan Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BK–Diklat) Anwar Sanusi MSi. Menurutnya, pergantian sekda atau pejabat eselon II harus melalui proses open bidding atau lelang jabatan. Namun mutasi jabatan eselon II itu tidak bisa dilakukan karena kekosongan jabatan adanya di tahun 2017 mendatang. “Seluruh rotasi dan mutasi jabatan eselon II menggunakan open bidding. Apalagi untuk jabatan seorang sekda, tidak sembarangan,” ujar mantan kepala Dinas Pendidikan itu, kepada Radar, Rabu (9/9). Kalau pun sekretaris daerah diganti, maka sekda yang masih menjabat saat ini dinasnya pindah ke Provinsi Jawa Barat. Sebab, di daerah mana pun untuk jabatan eselon IIa itu tidak ada selain sekda. Saat disinggung mengenai dirinya sebagai kandidat kuat sekda yang santer dikabarkan di lingkungan pemkot, Anwar enggan memberikan komentar. Tapi, dirinya mengaku, biasa saja karena itu hanya isu yang berkembang. “Jadi pada intinya saya sih biasa-biasa saja. Ramenya berita di media itu sih bisa-bisanya wartawan saja. Saya tidak gila hormat dan jabatan. Saya sih mengikuti aturan saja, jadi PNS yang baik,” ungkapnya. BISA SEPERTI BANTEN Di sisi lain, munculnya pemberitaan bahwa mendagri menyetujui penggantian sekda Kota Cirebon, membuat sejumlah PNS bersuara. Meskipun tidak secara terang-terangan namanya mau disebut, tapi mereka menganggap ada angin segar dari Mendagri. “Nuhun ya Mendagri sudah ACC ganti sekda,” kata salah satu pejabat di lingkungan pemkot. Masih menurutnya, munculnya berbagai persoalan di media mulai mutasi awal tahun asal-asalan, evaluasi mutasi tidak jelas, pengunduran mutasi, kemudian muncul persoalan baru SPPD walikota tak kunjung dibayarkan termasuk PNS di lingkungan setda, dan terakhir mendagri meng-ACC sekda diganti, menjadi bukti lemahnya sekda mengelola pemerintahan. “Kalau saya menjadi sekdanya, saya akan pilih mundur dengan gencarnya media mengulas berbagai persoalan karena saya punya malu,” tegasnya. Akademisi Unswagati M Sigit Gunawan SH MKn menjelaskan, pergantian sekda Kota Cirebon bisa saja terjadi. Apalagi sudah ada pengalaman sebelumnya sekda diganti karena kinerjanya kurang memuaskan kepala daerah. Sigit mencontohkan nasib Sekda Provinsi Banten. Oleh Gubernur Banten diganti dengan sekda yang baru. Karena sekda lama kinerjanya tidak sesuai yang diharapkan. “Sekda Banten saja bisa diganti karena Gubernur Rano Karno kurang puas dengan kinerjanya,“ ujar Sigit. Fungsionaris DPC Partai Demokrat H Ayatulloh Roni SE mengakui mendesak walikota untuk memiliki keberanian mengganti sekda. Karena selama proses perjalanan roda organisasi, sekda dianggap kurang cakap mengelola pemerintahan. “Saya setuju kalau memang sekda diganti dengan alasan kinerjanya kurang memuaskan. Justru kalau tetap dipaksakan malah kasihan walikota karena beban kerjanya justru menumpuk di walikota,” ujar Roni. (ysf/sam/abd)    

Tags :
Kategori :

Terkait