JAKARTA - PT Freeport Indonesia yang melakukan kegiatan eksplorasi tambang di Papua masih belum bisa tenang. Perusahaan asal Amerika Serikat yang sudah mulai beroperasi di Indonesia sejak 1972 itu di antaranya masih harus menghadapi tuntutan ganti rugi Suku Amungme. Nilainya tidak tanggung-tanggung, yaitu sebesar U$D 20,8 miliar lebih atau sekitar Rp290 triliun. Dengan difasilitasi Staf Khusus Kepresidenan, Lenis Kogoya, tuntutan mereka yang tak kunjung mendapat respons positif PT Freeport akan dibawa ke meja presiden dalam waktu dekat. “Nanti akan kami laporkan ke presiden tuntutan masyarakat setempat pada Freeport Indonesia itu,” tutur Lenis Kogoya saat menerima perwakilan Suku Amungme di kantor Sekretariat Negara, Jakarta, kemarin (15/9). Tokoh asli Papua itu memaparkan bahwa pemerintah telah berupaya melakukan mediasi antara kedua pihak. Pertemuan terakhir dilakukan kemarin. Namun, belum ada titik terang dari hasil pertemuan yang dilakukan. Bahkan, bukan hanya belum mencapai titik temu. Menurut dia, pihak Freeport juga terkesan tidak menunjukkan iktikad baik dalam proses mediasi yang dilangsungkan. “Seharusnya kalau rapat-rapat begini, yang datang bos Freeport-nya atau direkturnya, bukan perwakilannya. Kalau seperti tadi mau ambil keputusan tidak bisa. Saya merasa tidak dihargai,” imbuh Lenis. Suku Amungme adalah salah satu suku bangsa di Papua yang tinggal di dataran tinggi. Selama ini, mereka mendiami beberapa lembah di Kabupaten Mimika dan Puncak Jaya. Beberapa gunung yang menjadi pusat penambangan Freeport masuk dalam wilayah adat mereka. Kepala Suku Amungme, Janes Natkimme menjelaskan, tuntutan ganti rugi suku Amungme sebesar U$D 20,8 miliar memiliki alasan kuat. Menurut dia, sukunya telah kehilangan banyak gunung akibat penambangan yang dilakukan Freeport. Salah satunya adalah Puncak Grasberg yang dulunya juga memiliki salju abadi seperti halnya Puncak Cartenz. “Bahkan sekarang sudah sampai ke dusun-dusun,” beber Janes. Dia menilai, tuntutan yang diajukan, dibanding nilai kerugian yang ditanggung masyarakat adat Papua selama ini, belum sebanding. Selain kerugian materil, kekayaan alam yang dikeruk, ada pula kerugian imaterial yang dipikul masyarakat adat Papua selama puluhan tahun. Menurut dia, suku yang dipimpinnya berhak atas tanah sekitar 212 ribu hektare. Sebagian besar, lahan tersebut dikelola Freeport untuk kegiatan penambangan. “Namun, sejak beroperasi 1967, tidak pernah ada upaya ganti rugi yang setimpal kepada warga setempat. Justru mereka terus melakukan perusakan alam sehingga menghilangkan gunung-gunung di Papua,” tandasnya. Menurut dia, sudah ada 14 gunung yang telah hilang akibat eksplorasi Freeport. Penghitungan tuntutan ganti rugi, salah satunya memperhitungkan hal tersebut. Hal lainnya yang dijadikan dasar Suku Amungme mengajukan tuntutan senilai U$D 20,8 miliar juga karena perkiraan nilai potensi cadangan tambang yang masih tersimpan di perut bumi. Nilainya diperkirakan sekitar U$D 229 miliar. “Dari angka itu, kami menuntut hak 7,5 persen. Nilainya itu lalu ditotal dengan kerugian yang sudah kami rasakan puluhan tahun,” tandas Janes. (dyn)
Suku Amungme Tuntut Freeport Rp290 T
Rabu 16-09-2015,09:00 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :