KUNINGAN - Upaya Disparbud Kuningan agar seni tradisional tetap lestari menuai hasil. Buktinya adalah tetap eksisnya kesenian dogig dari Desa/Kecamatan Ciniru. Kini, seni tradisi itu kembali menggeliat setelah pada tahun 2008 tokoh masyarakat yang bernama Din Syamsudin menghidupkan seni dogig. Bahkan saat ini, panggilan untuk pentas di luar daerah sering terjadi. Untuk di Kuningan sendiri, dogig kerap ditampilkan pada saat ada acara sunatan. Yang terbaru, pada acara penilaian lomba Karang Taruna Tingkat Nasional, belum lama ini. Rombongan dari Jakarta dan Bandung yang melakukan penilaian dibuat kagum dengan adanya dogig. Sebab, kostum yang digunakan dari injuk. “Sejak saya hidupkan kembali kesenian ini pada 2008, alhamdulillah kini maju pesat,” ucap pria yang terkenal dipanggil Ujang itu kepada Radar, kemarin (16/9). Dikatakan, istilah dogig berasal dari kata dogdog dan bebegig. Dogdog adalah salah satu alat yang digunakan pada pertunjukan reog, yang berfungsi sebagai musik pengiring bebegig. Sedangkan bebegig pada kesenian dogig yaitu orang yang memakai topeng dan seluruh tubuhnya dibungkus memakai kostum dari injuk kawung serta memakai kolotok (kalung) kerbau. Awalnya, lanjut dia, kesenian ini hanya ditampilkan pada acara-acara khusus. Namun kini telah menjadi salah satu hiburan masyarakat. Setiap acara sunatan di wilayah Ciniru, seni dogig sudah pasti akan dipentaskan karena sudah bagian dari ritual. Diterangkan, dogig merupakan seni karuhun yang tidak bisa dilupakan begitu saja dalam kehidupan sehari-hari. Makanya, generasi muda harus mengetahui dan melesetarikan terus menerus. Mantan kades ini menerangkan, bebegig merupakan orang-orangan sawah yang hingga kini masih digunakan untuk mengusir hama. Bagi petani, bebegig bukan hanya sekadar pengusir hama, tapi lebih dari itu. Makanya selalu dipentaskan, terutama ketika masa panen raya. Bebegig yang ditampilkan biasanya berjumlah delapan orang lengkap dengan topeng dan baju injuk. Pada saat pentas harus ada pawang karena bebegig tersebut diyakini kerasukan roh karuhun. Pada saat pentas bebegig ini juga, bisa menjadi obat mujarab bagi anak yang sulit bicara, koreng, atau pun penyakit yang sulit disembuhkan. Biasanya, pada saat bebegig pentas, suka membawa nasi dalam wadah. Nasi inilah yang bisa menjadi obat ketika diberikan kepada anak yang disebutkan tadi. “Jangan salah, untuk mendapatkan nasi tersebut tidak mudah karena bebegig yang sudah kerasukan tubuhnya tidak akan diam. Sehingga diperlukan perjuangan untuk merebut nasi itu. Dan mereka yang berhasil memang terbukti bisa menyembuhkan penyakit,” ujarnya. Di Ciniru sendiri, kesenian ini sekarang dikelola oleh desa yang para pemainnya sebagian besar adalah perangkat desa. Dengan semakin terkenalnya kesenian dogig, sekarang bukan hanya dipentaskan di Ciniru, namun sudah ke berbagai daerah. “Kami pernah mentas pada acara syukuran giling tebu, kemudian pada acara Hari Jadi Kabupaten Subang dan Kuningan. Untuk provinsi sudah pentas di Bandung pada acara kesenian daerah,” aku Din. Dengan semakin disukainya dogig, pihaknya yakin kesenian ini akan semakin lestari. Dia menginginkan kesenian seperti ini jangan diklaim oleh negara lain. (mus)
Seni Dogig Semakin Lestari
Kamis 17-09-2015,09:00 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :