Oleh: Dudi Farid Wazdi* Beda halnya dengan Tiongkok dan Jepang yang senang adanya devaluasi, Negara kita mah walaupun sudah melancarkan aksi ekonomi jilid satu dan dua, malah kerepotan karena sampai saat ini negeri kita tuh tak kunjung mandiri. ADALAH Analis dari LBP Enterprise, Lucky Bayu Purnomo, memprediksi kurs rupiah akan mencapai 15 ribu per dolar Amerika Serikat akhir pekan ini. Kondisi yang tak kunjung membaik juga diprediksi terjadi pada nilai indeks harga saham gabungan (IHSG) yang bakal mencapai 4.100 hingga 4.050. Nah, sektor yang sangat terancam dengan kondisi saat ini adalah perbankan. Sebab, ketika rupiah lemah, masyarakat akan menilai bahwa kondisi mata uang tidak memiliki posisi tawar sehingga mereka cenderung menghindari rupiah. Akibatnya, tidak akan ada yang menabung. Ketika rupiah semakin jarang di pasar, mata uang lain yang memiliki kinerja lebih tinggi dari rupiah akan mendominasi. Hal ini akan berdampak pada kemampuan daya beli masyarakat yang terus merosot. Karena mereka menilai barang yang dikonsumsi tidak akan memiliki future value yang menarik. Ketika hal itu terjadi maka akan berdampak negatif untuk iklim investasi. Sebab masyarakat melakukan investasi dengan harapan bisa mendapatkan nilai tambah di waktu berikutnya. Sedangkan sekarang saja pemerintah mengoreksi dari 5,5 persen menjadi 5,3 persen. Itu menunjukkan belum adanya kepercayaan diri dari pemerintah. Sementara,Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Adhi S Lukman, berharap nilai tukar rupiah tak terus melemah. Sebab nilai 1 dolar AS setara Rp 15 ribu ditaksir Adhi sebagai titik kritis bagi industry makanan dalam negeri. Melemahnya rupiah mengakibatkan naiknya biaya dalam membeli bahan baku. Dan, banyaknya impor yang dilakukan para pengusaha makanan saat ini dilakukan semata-mata tak ada pasokan bahan baku yang bagus di dalam negeri. Bahan baku seperti gula, susu, terigu, hingga konsentrat buah-buahan harus didatangkan dari luar negeri karena berkualitas bagus dan ketersediaan barang yang lebih baik. Entah, sampai kapan insan-insan di negeri ini bisa memproduksi barang-barang berkualitas seperti mereka. Dampak pelemahan rupiah, sudah cukup terasa berdampak terhadap margin keuntungan para pengusaha makanan. Para pengusaha dihadapkan dilemma menaikkan harga tapi kehilangan pelanggan dan meningkatkan inflasi, atau mempertahankan harga dengan menekan operasional. Kondisi ini mengakibatkan pengurangan jam kerja yang sudah marak terjadi. Begitu pula dengan pemecatan karyawan meskipun dalam skala yang tergolong kecil. Kemudian, beban semakin dirasakan dengan tuntutan buruh yang meminta kenaikkan upah sebesar 22 persen pada bulan Mei lalu. Pada akhirnya, sebagai rakyat kecil (wong cilik) semisal kita mah cuma bisa berharap dan tetap optimis, semoga pemerintah mendapatkan jalan yang baik dan tepat sehingga semuanya, keadaannya bertambah baik. Amien. (*) *) Penulis adalah Pengawas Koperssi WARDA, Indramayu.
Depresi, Mata Uang Asing akan Mendominasi
Rabu 30-09-2015,09:00 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :