Azis Butuh Wawali Untuk Berbagi Tugas

Kamis 01-10-2015,17:12 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

KEJAKSAN - Setiap kegiatan di Kota Cirebon, pasti ingin dihadiri walikota. Namun, keterbatasan waktu dan tenaga membuat Walikota Nasrudin Azis harus segera memiliki wakil walikota (wawali). Sebab, E-2 merupakan perwujudan dan satu kesatuan dengan E-1. Karena itu, keberadaan wawali menjadi sangat penting. Pengamat pemerintahan Afif Rivai MA mengatakan, keberadaan wawali sangat penting. Sebab, kegiatan Pemkot Cirebon sangat banyak dan memerlukan tenaga, waktu dan pikiran. Meskipun dibantu oleh Sekretaris Daerah dan Kepala SKPD, namun tetap saja peran wawali sangat penting. “Setidaknya kalau ada wawali, walikota bisa membagi tugas. Saya yakin banyak program kerja yang tercapai,” ucapnya kepada Radar, Rabu (30/9). Termasuk di dalamnya tentang penyerapan anggaran dan percepatan pembangunan. Dinamika yang ada semakin menunjukan kejelasan. Alumni S-2 Universitas Paramadina Jakarta itu memprediksi, jika aturan yang digunakan tetap pada Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015, partai pengusung Ano-Azis saat pemilihan kepala daerah pada 2013 silam, akan melunak. Pasalnya, baik Golkar maupun PPP, memiliki agenda politik lain dalam pemilu selanjutnya. Hanya saja, kesepakatan politik pasti ada di antara para pihak. “Ini tergantung tim lobi Azis. Kalau Golkar dan PPP sudah sepakat, pemilihan wawali tinggal menentukan nama,” ucapnya. Nama Eti Herawati atau akrab disapa Eeng Charli, menjadi kandidat kuat wawali. Hal ini berkaca pada pernyataan Nasrudin Azis selaku walikota dan gerak tubuh Azis dalam berbagai kesempatan saat bersama Eeng Charli. Setelah resmi mendampingi Azis, dia yakin Eeng Charli akan mampu menyeimbangkan dengan kegiatan pemerintahan yang padat. “Harus ada skala prioritas. Misal, Eeng Charli fokus di pengembangan seni budaya dan ruang terbuka hijau kota. Selain tugas lainnya,” ujar Afif Rivai. Meskipun demikian, Toto Sunanto memiliki peluang yang sama. Untuk itu, kebijakan akhir ada pada aturan yang digunakan. Jika masih menggunakan UU Nomor 8 tahun 2015, posisi panitia pemilihan (panlih) menjadi penentu dalam setiap kebijakan aturan. Termasuk di dalamnya, para wakil rakyat di parlemen dengan hak suara yang dimiliki. Hal ini, lanjutnya, akan lebih tidak terprediksi. Sebab, politik akan selalu berubah setiap saat. “Satu menit saja bisa berubah. Ini perlu langkah konsolidasi lebih intensif,” tukas Afif Rivai. Sebaliknya, jika Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 tahun 2008, walikota menjadi penentu tunggal karena berhak menentukan sendiri wakilnya. Pengamat Kebijakan Publik Haris Sudiyana mengatakan, jika memaksakan menggunakan UU Nomor 8 tahun 2015, PP sebagai pelaksana UU belum terbit hingga saat ini. Karena itu, bisa jadi aturan pelaksana mengambil PP Nomor 49 tahun 2008. PP ini menginduk pada UU 32 tahun 2004 yang diubah menjadi UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Sementara, jika menunggu PP dari UU 8 tahun 2015 belum dipastikan waktunya. “Mungkin perlu diperjelas aturan dari Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri). Apakah UU 8 tahun 2015 yang berlaku atau PP 49 tahun 2008 yang digunakan? Kalau ini jelas, langsung bergerak. Keberadaan wawali sangat penting dalam membantu tugas walikota,” terangnya. Walikota Cirebon Drs Nasrudin Azis SH dalam berbagai kesempatan menegaskan dia sangat membutuhkan wawali. Keberadaannya akan membantu dalam mengerjakan tugas kerja mengatur pemerintahan di Kota Cirebon. Setiap tahapan yang ada telah dijalani. Karena itu, Azis menyerahkan semua kebijakan akhir pada aturan. Hanya saja, pria yang juga ketua DPC Partai Demokrat Kota Cirebon itu berharap dalam waktu dekat kursi E-2 terisi. “Saya tegaskan butuh wakil walikota. Membantu saya dalam menjalankan roda pemerintahan di Kota Cirebon,” ucapnya. (ysf)              

Tags :
Kategori :

Terkait